Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa penguatan Governance, Risk, and Compliance (GRC) bukan hanya kewajiban regulasi, tetapi merupakan kebutuhan strategis bagi sektor jasa keuangan dan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
Hal itu disampaikan dalam forum OJK Risk and Governance Summit (RGS) 2025 yang dihelat di di Jakarta pada Selasa (18/8). Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan bahwa pembangunan ekonomi yang inklusif dan tangguh menuntut integrasi antarsektor, regulasi yang responsif, kebijakan fiskal-moneter yang sinergis, serta penggunaan GRC yang adaptif dan kolaboratif.
OJK RGS 2025 yang bertema "Empowering the GRC Ecosystem to Drive Economic Growth and National Resilience" merupakan forum strategis dengan tujuan memperkuat ekosistem GRC di sektor jasa keuangan. Melalui kegiatan ini, ditegaskan bahwa penguatan GRC adalah kunci menjaga stabilitas, membuka peluang pertumbuhan, serta memperkuat ketahanan nasional menghadapi tantangan global.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahendra menilai, hal ini krusial dalam menopang pertumbuhan yang berkelanjutan dan memperkuat ketahanan nasional.
"Sebagai bentuk kesiapan menghadapi tantangan ini, pemberdayaan ekosistem Governance, Risk, and Compliance (GRC) yang adaptif, kolaboratif, dan inklusif menjadi sebuah keniscayaan. Di tengah percepatan digitalisasi, risiko baru seperti kejahatan siber, fraud lintas batas, dan regulatory arbitrage, menuntut tata kelola yang lebih terintegrasi," kata Mahendra.
![]() |
Untuk itu, OJK berkomitmen melanjutkan sinergi dengan berbagai lembaga negara, LJK, serta asosiasi profesi GRC guna memperkuat governance dan integritas sektor jasa keuangan. Menurut Mahendra, kolaborasi ini menjadi langkah strategis membangun ekosistem GRC yang saling menopang, berlandaskan profesionalisme, dan berorientasi pada integritas.
"Forum seperti RGS diharapkan menjadi ruang strategis untuk menyamakan persepsi, memperkuat nilai dan budaya tata kelola yang baik, serta menjembatani kesenjangan antara regulasi dan implementasi. Sebab di era penuh ketidakpastian ini, GRC bukan hanya alat kepatuhan, tetapi kompas strategis untuk mengarahkan langkah menuju stabilitas dan pertumbuhan berkelanjutan," tutur Mahendra.
Ketua Dewan Audit merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK, Sophia Wattimena menyatakan bahwa penguatan GRC merupakan pilar penting dalam mendukung Asta Cita, khususnya misi penguatan sektor jasa keuangan serta reformasi tata kelola dan pemberantasan korupsi.
Sophia menjelaskan, transformasi tata kelola menjadi salah satu strategi besar untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, di mana sektor jasa keuangan diharapkan memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan yang kuat.
"Dalam membangun ekosistem GRC yang kokoh, kita dapat belajar dari filosofi Ki Hajar Dewantara: ing ngarsa sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. Filosofi ini sejalan dengan nilai inti RGS yaitu Role Model, Guidance, dan Support, yang menekankan keteladanan integritas, peran fasilitator, dan budaya saling menopang demi keberhasilan bersama," ujar Sophia.
![]() |
Ia optimistis, dengan memperhatikan risiko-risiko yang semakin kompleks tersebut, penguatan ekosistem GRC tidak lagi hanya menjadi kewajiban, tetapi juga kebutuhan bagi setiap perusahaan, khususnya di sektor jasa keuangan.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Budi Prijono menyampaikan bahwa diperlukan tata kelola kolaboratif lintas sektor agar pengendalian risiko, transparansi, dan akuntabilitas benar-benar menjadi fondasi pembangunan berkelanjutan Indonesia menuju 2045.
"Karena itu, BPK sangat mendorong adanya suatu penguatan GRC melalui tata kelola kolaboratif yang bukan hanya memerlukan sinergi internal antar satuan kerja, tetapi juga kemitraan lintas sektor dan partisipasi aktif di tataran global," kata Budi.
OJK RGS 2025 Perkuat Budaya Tata Kelola dan Integritas
Pada RGS 2025, dihadirkan dua sesi diskusi panel interaktif dengan narasumber ahli dari dalam dan luar negeri, serta sesi GRC insight.
Para narasumber antara lain Senior Advisor, Climate Change and Sustainable Development Department, Asean Development Bank (ADB) Edimon Ginting; Senior Officer, Digital Economy Division, ASEAN Secretariat Jowil Plecerda; Advisor, Financial Market Stabilization Department, South Korea Financial Supervisory Service (FSS) Lee Jun Ho.
Lalu, Deputy Chair of Macro-Microeconomic Policy Analysis, Indonesian Chamber of Commerce and Industry Aviliani; Director, The Institute of Internal Auditors Beili Wong; Executive Director, Strategy, Risk & Transactions, Deloitte Southeast Asia Nai Seng Wong; President of International Federation of Accountants (IFAC) Jean Bouquot dan Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur Emil Elestianto Dardak.
Diskusi berfokus terhadap isu-isu terkini, seperti strategi penguatan tata kelola yang dapat mendorong pertumbuhan berkelanjutan dan pendalaman pasar keuangan, serta peran strategis GRC untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
Sesi GRC Insight menjadi salah satu sorotan, dengan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak berbagi pandangan bahwa prinsip GRC yang modern perlu didukung oleh integritas dan transformasi digital, sebagai kunci perwujudan tata kelola pemerintahan yang adaptif dan responsif terhadap tantangan global.
RGS 2025 juga memiliki agenda Innovation Paper Competition yang digelar untuk pertama kalinya. Ajang ini menerima antusiasme tinggi dari mahasiswa, dengan partisipasi 585 peserta dari 242 perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Kehadiran kompetisi ini menjadi bukti nyata tingginya minat generasi muda dalam mengembangkan ide-ide inovatif terkait GRC, sekaligus menandai kesiapan mereka menjadi motor penggerak bagi inovasi dan ketahanan sistem keuangan Indonesia.
OJK RGS 2025 turut dihadiri juga oleh Ketua Komisi XI DPR RI M. Misbakhun, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi dan Ketua beserta Jajaran Anggota Badan Supervisi OJK.
Forum Risk & Governance Summit 2025 diselenggarakan secara hybrid dan dihadiri oleh kurang lebih dari 12 ribu peserta, termasuk para pimpinan lembaga jasa keuangan, baik secara fisik dan daring.
(rea/rir)