Siasat Buruh Irit Makan-Unsubscribe Spotify Cs Demi Hidup di Jakarta

CNN Indonesia
Senin, 25 Agu 2025 16:57 WIB
Para pekerja di Jakarta mengakali pengeluaran, mulai dari mengurangi jatah makan hingga berhenti langganan layanan streaming, karena perekonomian sulit.
Para pekerja di Jakarta mengakali pengeluaran, mulai dari mengurangi jatah makan hingga berhenti langganan layanan streaming, karena perekonomian sulit. (CNN Indonesia/Adi Ibrahim).
Jakarta, CNN Indonesia --

"Lucunya kota Jakarta, mudah belum tentu indah, susah belum tentu tak bahagia."

Potongan lirik Djakarta dari laleimanino, Diskoria, dan Cecil Yang itu agaknya menjadi cerminan hidup kelas pekerja di Jakarta akhir-akhir ini.

Sebagian pekerja mulai mengencangkan ikat pinggang menghadapi ekonomi yang mulai terguncang. Di tengah badai PHK, para pekerja berusaha menyambung hidup mereka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lukman (27), pekerja di kawasan Meruya, Kembangan Jakarta Barat dibuat kaget dengan harga makanan di warung favoritnya yang tiba-tiba melonjak.

Biasanya, ia menyantap nasi ditemani irisan tongkol, secentong sayur, perkedel, dan orek tempe. Tak lupa, es teh manis gratis sebagai penutup hidangan. Uang Rp15 ribu ia keluarkan setiap jam makan siang untuk menikmati sajian itu.

Belakangan, warung menaikkan harga menu andalan Lukman itu jadi Rp17 ribu. Tak hanya itu, tak ada lagi segelas teh manis gratis yang biasanya meredakan dahaga.

"Sekarang kacau banget. Harga bahan pokok enggak ngotak. Sekarang untuk menu yang sama dibanderol Rp17 ribu dan enggak free es teh manis, jadi kalau mau minum es teh harus ngeluarin uang lagi Rp4.000," tutur Lukman kepada CNNIndonesia.com.

Kenaikan harga makan siang membuat pengeluaran Lukman membengkak. Ia dan istrinya memang biasa membeli makan siang di luar saat bekerja. Pengeluaran mereka hanya untuk makan menembus Rp200 ribu-Rp250 ribu seminggu.

Demi mencegah dompet terus boncos, Lukman dan istri mengakalinya dengan memasak makan siang sendiri. Lukman bilang pengeluaran untuk makan bisa ditekan hingga Rp150 ribu per minggu. Perubahan kecil ini memberi ruang napas yang sangat berarti dalam keuangan rumah tangga mereka.

Tak hanya urusan pangan yang membuat keuangan Lukman babak belur. Ongkos transportasi terus menjadi beban keuangannya. Ia bisa mengeluarkan sampai Rp100 ribu per minggu hanya untuk mondar-mandir ke kantor.

Kendaraan pribadi ataupun ojek online tak lagi jadi pilihannya. Lukman kini lebih memilih menggunakan transportasi publik meskipun harus "membayar" dengan jarak yang lebih jauh dan waktu tempuh lebih lama.

"Dulu seminggu bisa habis Rp70 ribu-Rp100 ribu untuk bensin karena pakai Pertamax. Sekarang, cuma keluarin Rp50 ribu karena sering naik TJ (bus Transjakarta)," ujarnya.

Cerita senada datang dari Sakti Darma (25). Pegawai bergaji di atas upah minimum provinsi (UMP) itu mengaku mulai kesulitan mengimbangi kenaikan harga-harga kebutuhan.

Sakti mengakali situasi ini dengan berbagai strategi. Salah satunya mengurangi pengeluaran makan. Sebagai anak kos, Sakti menghabiskan sampai Rp50 ribu per hari untuk membeli makan di luar.

"Jam makannya saya kurangi dari tiga kali sehari jadi dua kali sehari, saya gabung sarapan dengan makan siang," ucapnya.

Karyawan sebuah perusahaan swasta di Jakarta Selatan itu juga menyetop berbagai pengeluaran hiburan. Dulu, ia berlangganan sejumlah layanan streaming guna membunuh penat di waktu luang.

Keputusan berat ia ambil akhir-akhir ini. Tangung jawab sebagai sandwich generation membuatnya harus merelakan Spotify dan beberapa sarana hiburannya.

"Tadinya saya juga langganan beberapa aplikasi, Spotify sendiri buat denger musik, Youtube Premium buat kerja, sama Vidio buat nonton pertandingan-pertandingan bola. Sekarang hiburan saya cuma satu, Youtube Premium aja sebulan Rp77 ribu," katanya.

"Harus serba pangkas pos-pos tertentu. Pokoknya kudu hemat banget, ngetnget," tutur Sakti.

Sakti masih bertahan bekerja di Jakarta demi rupiah. Setiap hari, ia melintasi jalanan ibu kota dengan motor jadul Supra X 2010 guna menekan ongkos transportasi.

Nitha (33), seorang manajer perusahaan swasta di kawasan SCBD, Jakarta Selatan ternyata tak luput dari tekanan finansial. Ia mengaku sangat was-was dengan kondisi saat ini yang serba mahal.

Meski gajinya tembus dua digit per bulan, ia memutuskan untuk mengurangi beberapa pengeluaran beberapa bulan terakhir. Misalnya untuk makan, Nitha memutuskan untuk masak sendiri di apartemen dan membawa bekal ke kantor.

Tak hanya itu, pilihan skincare yang ia gunakan pun dialihkan dari merek luar negeri menjadi lokal. Peralihan ini diklaim bisa menghemat pengeluaran bulanan hingga Rp3 juta.

Ia juga mengubah strategi memenuhi hobi mengopi setiap pagi. Nitha pun memutuskan untuk membuat minuman kopi sendiri dari rumah daripada beli di kafe.

"Asli semua jajan-jajan gue kurangin," ucapnya.

Seperti Sakti, Nitha juga menyetop langganan berbagai saluran hiburan. Ia tak lagi memperpanjang langganan Apple TV, Youtube Premium, Disney Plus, Vidio, ChatGPT, dan Canva.

"Ngeri nanti, amit-amit PHK saya enggak punya tabungan," ucap Nitha.

[Gambas:Video CNN]

(ldy/dhf)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER