Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso merespons kebijakan pemerintah menaikkan harga eceran tertinggi (HET) beras medium ke Rp13.500 per kilogram (kg).
Ia menilai harga baru beras medium sudah cukup. Selama ini, banyak pengusaha penggilingan padi kesulitan berproduksi karena biaya produksi terus naik, sedangkan HET rendah.
"Pada dasarnya sudah cukup (kenaikan HET beras medium), lebih-lebih kalau rendemennya cukup baik," kata Sutarto kepada CNNIndonesia.com, Selasa (26/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rendemen yang dimaksud adalah persentase beras yang dihasilkan dari proses penggilingan gabah. Jika rendemen tinggi, maka hasil beras lebih banyak dan bisa membantu menutup biaya produksi. Namun, jika rendah, keuntungan penggilingan akan semakin tipis meski harga jual beras sudah disesuaikan.
Ia menyebut kenaikan HET ini perlu dibarengi kebijakan lain, termasuk penghentian penyerapan gabah setara beras petani oleh Perum Bulog. Dia juga mendorong agar program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dijalankan secara lebih masif dan konsisten diawasi.
"HET salah satu instrumen penting, tetapi tidak cukup hanya HET, saat ini harus diikuti oleh penghentian pembelian oleh pemerintah yang utamanya melalui maklun dan SPHP perlu dilakukan secara masif, serta pengawasan yang terukur dan konsisten," kata Sutarto.
Skema maklun yang dimaksud adalah pola pengadaan beras oleh Bulog di mana gabah petani digiling di penggilingan swasta, tetapi biaya penggilingan ditanggung pemerintah.
Sutarto menilai pola ini perlu dihentikan sementara agar penggilingan swasta bisa kembali leluasa menyerap gabah petani dan memproduksinya sendiri.
Sebelumnya, para pengusaha penggilingan mengeluhkan sulitnya menjaga produksi ketika harga gabah sudah naik menjadi Rp6.500 per kilogram dari Rp6.000 sesuai aturan pemerintah. Sementara itu, HET masih berada di angka Rp12.500 per kg.
Kondisi tersebut membuat banyak pengusaha menghentikan produksi karena tidak sanggup menutup biaya.
Mereka juga tidak bisa serta-merta menjual beras di atas HET karena bisa diseret ke ranah hukum oleh Satgas Pangan, terutama usai ramai kasus beras oplosan.
"Teman-teman (penggilingan padi) ya berat untuk memproduksi, dia takut melanggar. Apalagi sekarang sedang gencar-gencarnya petugas keamanan ke lapangan," ujarnya.
Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) resmi menaikkan HET beras medium lewat Keputusan Kepala Bapanas Nomor 299 Tahun 2025. Aturan ini ditetapkan pada 22 Agustus 2025.
Dalam ketentuan baru, HET beras medium di Zona 1 (Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, dan NTB) naik dari Rp12.500 menjadi Rp13.500 per kg.
Untuk Zona 2 (Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, NTT, Kalimantan, dan Sulawesi), HET naik dari Rp13.100 menjadi Rp14.000 per kg. Sementara itu, di Zona 3 (Maluku dan Papua), harga kini Rp15.500 per kg dari sebelumnya Rp13.500 per kg.
Adapun HET untuk beras premium tidak mengalami perubahan, yakni Rp14.900 per kg di Zona 1, Rp15.400 per kg di Zona 2, dan Rp15.800 per kg di Zona 3.
(del/pta)