Purbaya Bakal Tarik Rp200 T Uang Pemerintah di BI Buat Ditaruh di Bank

CNN Indonesia
Rabu, 10 Sep 2025 18:41 WIB
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akan menarik Rp200 triliun dari total Rp425 triliun uang negara yang disebut mengendap di Bank Indonesia (BI). (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akan menarik Rp200 triliun dari total Rp425 triliun uang negara yang disebut mengendap di Bank Indonesia (BI).

"Saya sudah lapor ke Presiden (Prabowo), 'Pak, saya akan taruh uang ke sistem perekonomian'. Saya (Kementerian Keuangan) sekarang punya Rp425 triliun di BI, cash. Besok saya taruh Rp200 triliun," kata Purbaya dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta Pusat, Rabu (10/9).

Purbaya menjelaskan Rp425 triliun uang yang mengendap itu adalah hasil pungutan pajak dan sumber lain yang bercampur. Akan tetapi, uang tersebut tidak bisa diakses perbankan jika dibiarkan mengendap di Bank Indonesia.

Menurut Purbaya, dengan memindahkan uang tersebut ke perbankan manfaatnya bisa lebih dirasakan oleh masyarakat.

Purbaya kemudian menanyakan progres pelaksanaan rencana tersebut kepada Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono. Anak buah Purbaya itu kemudian menjawab bahwa penarikan Rp200 triliun sedang dijalankan.

Ia juga sudah meminta Bank Indonesia tak menyerap kembali uang yang dipindahkan pemerintah ke perbankan tersebut. Purbaya mengatakan bank sentral cukup mendukung langkah fiskal yang akan ditempuh Kementerian Keuangan.

Bendahara Negara ini meyakini uang negara yang disimpan di perbankan tidak bakal diendapkan begitu saja. Pasalnya, ada biaya yang harus dikeluarkan oleh perbankan.

Artinya, perbankan mesti putar otak bagaimana mendapatkan return lebih tinggi, ketimbang mendiamkan simpanan uang negara tersebut. Itu yang berujung pada perputaran ekonomi di masyarakat, khususnya dalam bentuk kredit.

"Saya taruh di bank saja dalam bentuk rekening pemerintah di bank. Saya enggak ada apa-apa, jaminan uang saja. Tapi kan bank gak akan mendiamkan uang itu, itu ada cost-nya. Dia akan terpaksa mencari return yang lebih tinggi dari cost-nya," jelas Purbaya.

"Di situlah mulai pertumbuhan kredit tumbuh. Jadi, saya memaksa market mekanisme berjalan dengan memberi senjata ke mereka. Jadi, memaksa perbankan berpikir lebih keras untuk bekerja supaya dapat return yang tinggi," tambahnya.

Purbaya menekankan 'penyakit' tersebut pernah terjadi di masa pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Kala itu, pertumbuhan uang M0 atau yang beredar di masyarakat hanya di kisaran 7 persen, bahkan pernah tidak tumbuh sama sekali dalam 2 tahun.

Ia yang saat itu masih menjadi deputi di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, kemudian dipanggil Presiden Jokowi untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut. Purbaya mengaku kaget mengapa ada 'penyakit' tersebut. Saran untuk menggenjot M0 akhirnya disampaikan kepada Jokowi.

Purbaya menegaskan pemerintah memang perlu menggenjot pertumbuhan M0. Itu karena 90 persen perekonomian Indonesia ditopang oleh permintaan domestik.

"Zaman Pak Prabowo juga bisa sama. Ini sekarang masih baru, kalau pemerintah masih lambat belanjanya dan mencekik perekonomian dari sisi lain, moneternya juga sama, maka akan lebih buruk dibanding 2 zaman sebelumnya (Presiden ke-6 SBY dan Presiden ke-7 Jokowi), 2 mesin mati. Jadi, tugas saya di sini adalah menghidupkan 2 mesin tadi, moneter dan fiskal. Saya mohon restu dari Parlemen," sambungnya.

Pemerintah memang memarkir dana di BI. Dana 'nganggur' itu di antaranya sisa anggaran lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (SiLPA).

(skt/sfr)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK