Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperingatkan pelaku industri agar tidak melakukan praktik TKDN washing karena risikonya cukup berat.
Risiko mulai dari peringatan hingga pencabutan sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan pengawasan merupakan bagian penting dalam reformasi tata cara sertifikasi TKDN.
Ia menilai aturan yang dibuat tidak akan berjalan efektif apabila tidak dibarengi dengan pengawasan di lapangan
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebaik apapun aturan akan keikhlasan makna apabila ada abuse atau ada penyimpangan di lapangan. Oleh sebab itu, sebaik-baiknya aturan, kalau tidak dibarengi dengan pengawasan, maka saya khawatir itu akan menjadi problem," ujar Agus dalam konferensi pers di Itjen Kemenperin, Jakarta Selatan, Kamis (11/9).
Ia menambahkan strategi pengawasan dilakukan oleh tim pengawas yang dikoordinasikan Inspektorat Jenderal Kemenperin.
Pengawasan ini mencakup Lembaga Verifikasi Independen (LVI), pemegang sertifikat, hingga kementerian/lembaga dan BUMN/BUMD yang terlibat.
"Sanksi tegas akan juga kami berikan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang akan terjadi di lapangan, mulai dari peringatan, pencabutan sertifikat. Kami juga meyakini bahwa reformasi dari tata cara sertifikasi TKDN dan BMP (Bobot Manfaat Perusahaan) ini akan menghapuskan praktik TKDN washing dan pemalsuan sertifikat," kata Agus.
Agus menjelaskan TKDN washing adalah kegiatannya. Sementara sertifikat palsu adalah outputnya. Ia mencontohkan ada industri besar yang mengklaim dirinya sebagai industri kecil hanya untuk mendapatkan kemudahan tertentu.
"Jadi contohnya itu sederhana sekali, sebetulnya dia bukan industri kecil, bahkan dia industri besar. Dia mengakali diri sendiri, dia mengklaim dirinya sebagai industri kecil. Itu salah satu contoh kegiatan TKDN washing," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) Kemenperin Heru Kustanto menyamakan praktik ini dengan pencucian uang. Bedanya, yang dimanipulasi adalah status barang impor agar seolah-olah diproduksi di dalam negeri.
"Misalnya TKDN washing ini memang kita memilihkan mirip seperti money laundry. Kedua, barang ini barang impor, diakal-akalin sehingga seolah-olah dia produksi dalam negeri. Padahal setelah kita cek, dia produksi di luar. Di dalam negeri hanya packaging saja. Tidak ada label-label yang serius. Itulah yang kami sebut TKDN washing," ungkap Heru.
Dalam paparannya, Agus menjelaskan pelanggaran TKDN bisa terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari penyampaian dokumen yang tidak benar, pelanggaran komitmen, produksi yang tidak sesuai dengan sertifikat, hingga pemalsuan dokumen.
Untuk mengatasi hal itu, sanksi yang diberlakukan mencakup rekomendasi pencabutan sertifikat TKDN, pencabutan penunjukan terhadap lembaga verifikasi, serta pemberian sanksi bagi pejabat pengadaan barang dan jasa di kementerian atau lembaga.
Pengawasan sendiri dilakukan secara menyeluruh oleh tim pengawas di bawah koordinasi Inspektorat Jenderal. Lingkup pengawasan meliputi lembaga verifikasi independen, pemilik sertifikat, hingga K/L/BUMN/BUMD.
(del/pta)