Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengakui 4.700 porsi Makan Bergizi Gratis (MBG) bermasalah dan menyebabkan gangguan kesehatan pada anak.
Dadan membandingkan kasus-kasus itu dengan capaian program tersebut. Menurutnya, makanan yang telah disalurkan pemerintah melalui MBG mencapai 1 miliar porsi.
"Itu ada sekitar 4.700 porsi makan (MBG) yang menimbulkan gangguan kesehatan," ungkap Dadan dalam Konferensi Pers di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Senin (22/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perlu Anda ketahui bahwa sampai hari ini Badan Gizi Nasional sudah membuat 1 miliar porsi makan. Jadi, yang 4.700 (porsi MBG) menimbulkan gangguan kesehatan pada anak-anak dan itu kami sesalkan," tuturnya.
Dadan berjanji akan terus memperketat mekanisme penyaluran Makan Bergizi Gratis. Akan tetapi, ia tidak menjawab tegas soal desakan moratorium program MBG.
BGN tidak menyebutnya sebagai kasus keracunan. Badan tersebut menilai kasus tersebut masih dalam tahap dugaan.
Alih-alih menyetop sementara program MBG, Badan Gizi Nasional memilih membuat tim investigasi. Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang mengatakan tim investigasi akan mulai bekerja pada pekan ini.
"Insyaallah untuk (tim) investigasi dalam minggu ini kita akan buat dan segera akan turun. Ini menunjukkan keseriusan kami, bahwa kami akan melakukan evaluasi," tutur Nanik.
"Karena sebetulnya diduga keracunan. Banyak hal faktor-faktornya, apakah karena bahan makanan, prosesnya, atau si anak dalam kondisi tidak enak badan, dan lain lain. Ini yang perlu kami dalami supaya tidak menjadi isu yang liar," sambungnya.
Sebelumnya,kasus siswa keracunan MBG terjadi di sejumlah daerah dalam beberapa pekan terakhir. Sebagian pihak mendorong penghentian dan evaluasi program tersebut.
Berdasarkan data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), ada 5.360 anak keracunan MBG per September 2025. Kasus keracunan itu terjadi usai mengonsumsi makan bergizi gratis.
JPPI bahkan menduga jumlah kasus keracunan itu lebih besar. Ini karena ada sekolah, pemerintah daerah (pemda), sampai aparat yang menutupi kabar keracunan MBG tersebut.
"Kalau kejadian semacam ini hanya sekali, mungkin bisa disebut kesalahan teknis. Tetapi bila ribuan anak menjadi korban di banyak tempat, ini jelas kesalahan sistemik dan bukti kegagalan tata kelola yang dikoordinasikan BGN," dikutip dari keterangan resmi Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI).
Sementara itu, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dalam paparan Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UMKM, Izzudin Al Farras, pada 4 September lalu mencatat ada empat ribu lebih korban keracunan MBG selama delapan bulan pertama pelaksanaannya.
(skt/dhf)