Revisi UU BUMN dipastikan bakal menghapus praktik rangkap jabatan bagi wakil menteri (wamen) di struktur perusahaan pelat merah. Saat ini, beberapa wamen merangkap jabatan komisaris di sejumlah BUMN.
Ketentuan menghapus praktik rangkap jabatan itu diungkap Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Ia mengatakan revisi UU BUMN akan mengatur larangan wamen merangkap jabatan komisaris BUMN.
Menurutnya, revisi UU BUMN bakal mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK). MK melarang wamen merangkap jabatan melalui putusan Nomor 128/PUU-XXIII/2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang terakhir itu adalah putusan MK tentang wakil menteri yang hanya boleh menjabat sebagai komisaris paling lama dua tahun lagi. Itu dimasukkan," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/9).
Selain itu, Dasco menyebut revisi UU BUMN juga akan mengubah status Kementerian BUMN. Status kementerian itu akan diubah menjadi Badan Penyelenggara Badan Usaha Milik Negara.
Ia menyampaikan langkah ini menyusul keberadaan BPI Danantara, di mana sebagian besar tugas Kementerian BUMN telah bergeser ke lembaga baru itu.
"Sehingga tinggal fungsinya dari kementerian BUMN itu adalah regulator pemegang saham seri A dan menyetujui RPP," ucapnya.
Revisi UU BUMN juga akan mengakomodasi aspirasi masyarakat tentang status pejabat BUMN. Semula, para bos perusahaan pelat merah berstatus penyelenggara negara, lalu diubah menjadi bukan penyelenggara negara di UU BUMN yang berlaku sekarang.
Dasco berkata ada kemungkinan revisi UU BUMN akan mengembalikan status penyelenggara negara tersebut.
"Itu sedang dibahas kemungkinan itu akan dikembalikan lagi seperti semula," ujarnya.
Sebelumnya, MK menyatakan larangan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara juga berlaku bagi wakil menteri. Hal itu dimasukkan dalam putusan Nomor 128/PUU-XXIII/2025.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyebut Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 telah dengan jelas menyatakan seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri juga berlaku bagi wakil menteri.
"Secara yuridis pertimbangan hukum dimaksud memiliki kekuatan hukum mengikat karena merupakan bagian dari putusan Mahkamah Konstitusi yang secara konstitusional bersifat final. Sebab, putusan Mahkamah tidak hanya berupa amar putusan, namun terdiri dari identitas putusan, duduk perkara, pertimbangan hukum, dan amar putusan bahkan berita acara persidangan yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan," ujar Enny saat pembacaan putusan itu.
(pta)