Siapa yang Tanggung Biaya Korban Keracunan MBG?
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkap pihak yang menanggung biaya perawatan korban keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG).
Dadan mengatakan ada dua skema penanggulangan biaya korban keracunan MBG. Skema itu digunakan berdasarkan skala kasus korban keracunan di sebuah daerah.
"Ada dua mekanisme penanggulangan biaya, dan ini sudah terjadi. Jadi ada dua daerah yang sudah menetapkan KLB (kejadian luar biasa) di tingkat kota/kabupaten dan ketika pemerintah kota/kabupaten menetapkan KLB, maka itu pemerintah daerah bisa mengklaim pendanaannya itu ke asuransi," ujar Dadan pada jumpa pers di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Kamis (2/10).
"Nah, kemudian bagi daerah-daerah yang tidak menetapkan KLB, maka seluruh biaya sejauh ini ditanggung oleh Badan Gizi Nasional," ujar Dadan.
Dalam kesempatan sama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memastikan biaya pengobatan tetap ditanggung pemerintah melalui BGN. Namun, ia menjelaskan ada perbedaan mekanisme apabila status KLB ditingkatkan menjadi nasional.
"Kalau KLB naik menjadi KLB nasional, itu sudah ada aturannya di undang-undang dan peraturan presiden-nya. Untuk jadi KLB nasional tuh harus ada berapa provinsi, berapa ini, berapa lama itu ada," kata Budi.
Sebelumnya, pernah mencuat wacana insiden keracunan MBG akan ditanggung oleh asuransi. Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola BGN Tigor Pangaribuan sempat menyebut bahwa pemerintah bekerja sama dengan puskesmas untuk menjamin seluruh biaya perawatan korban.
"Yang menjadi korban, diberikan asuransi untuk membayar biaya kesehatannya. Kita bekerja sama dengan Puskesmas (menanggung) seluruh biaya pengobatan itu oleh BGN," ujarnya.
BGN, lanjut Tigor, juga melakukan langkah korektif dengan menegur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur umum MBG yang terbukti lalai, serta menghentikan kerja sama dengan pemasok bahan makanan yang kualitasnya tidak memenuhi standar.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga pernah membahas opsi perlindungan asuransi dalam program MBG, baik bagi penerima manfaat maupun penyelenggara.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menyebut skema asuransi sedang dibahas bersama asosiasi industri.
"Beberapa risiko yang mungkin bisa di-support oleh asuransi, yaitu pertama risiko keracunan bagi para penerima MBG, anak sekolah, balita, ibu hamil, menyusui," kata Ogi.
Ia menambahkan nilai pertanggungan dan besaran premi tengah dihitung agar tetap terjangkau namun mampu menutup risiko utama dari program tersebut.
Program MBG sendiri menuai sorotan publik setelah berulang kali terjadi kasus keracunan di berbagai daerah. Sejak awal 2025, ribuan anak dilaporkan mengalami gangguan kesehatan usai menyantap makanan dari program andalan Presiden Prabowo Subianto tersebut.
BGN mencatat 75 kasus keracunan MBG terjadi sejak program ini diluncurkan. Jumlah korban keracunan MBG sudah mencapai 6.517 orang.
(del/dhf)