Presiden RI Prabowo Subianto menginstruksikan penguasaan negara atas potensi tambang berupa logam tanah jarang di Indonesia.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut logam tanah jarang merupakan salah satu produk tambang bernilai ekonomi tinggi.
"Logam tanah jarang kan salah satu produk tambang yang nilai ekonominya tinggi. Presiden arahkan agar ini dikuasai negara," kata Bahlil di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (8/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kementerian ESDM telah memetakan potensi logam tanah jarang di Indonesia. Bahlil mengatakan setelah pemetaan nanti, potensi tanah jarang itu dikelola negara melalui BUMN.
"Lagi diinventarisir semuanya. Di Babel, Sulawesi, Maluku juga ada," ucapnya.
Tanah jarang merupakan kelompok 17 logam yang digunakan untuk membuat magnet yang dapat mengubah daya menjadi gerakan untuk kendaraan listrik, telepon seluler, sistem rudal, dan perangkat elektronik lainnya.
Potensi logam tanah jarang di Indonesia belakangan jadi sorotan. Hal itu bermula saat Prabowo menyaksikan penyerahan sejumlah aset barang rampasan hasil tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Agung kepada PT Timah.
Prabowo menyebut dari logam-logam timah yang diberikan ke PT Timah, beberapa di antaranya memiliki kandungan logam tanah jarang, termasuk monasit.
Monasit merupakan logam tanah jarang ikutan yang bernilai tinggi, seperti cerium, lanthanum, neodymium, yttrium, dan praseodymium.
Ia mengatakan potensi monasit yang ditemukan di kawasan smelter itu sangat menguntungkan. Satu smelter saja bisa menghasilkan 4 ribu ton monasit yang per tonnya bernilai US$200 ribu.
Tanah jarang juga sempat menjadi sorotan saat Presiden Amerika Serikat Donald Trump menginginkan mineral tersebut dari Ukraina sebagai imbalan atas dukungan Negeri Paman Sam dalam perang Ukraina melawan Rusia.
Tanah jarang sempat menjadi alat negosiasi Trump untuk memperkaya ekonomi AS sebagai imbalan telah memasok senjata ke Ukraina. Trump menyebut Ukraina mesti memberikan tanah jarangnya senilai $500 miliar (sekitar Rp8.108 triliun) guna membalas jasa AS yang telah membantu Kyiv.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sempat menolak permintaan ini karena merasa hal itu tak sejalan dengan kepentingan nasional Ukraina. Kyiv sebelumnya juga menyatakan bahwa bantuan yang diterima dari AS jauh lebih sedikit daripada yang dijanjikan di atas kertas.
Namun, beberapa sumber mengatakan Ukraina sepakat memberi tanah jarang ke Amerika Serikat dengan syarat jaminan keamanan.
(mnf/pta)