Chief Investment Officer Danantara Pandu Sjahrir membeberkan alasan mengapa 2 warga negara asing (WNA) bisa menjadi bos PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Kedua orang asing itu adalah Direktur Transformasi Neil Raymond Nills serta Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Balagopal Kunduvara. Penunjukan Neil dan Balagopal dilakukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Rabu (15/10).
"Garuda kemarin RUPS, Anda lihat ada 2 warga negara asing (WNA). Anda bilang, 'Kenapa harus ada warga negara asing?'. Saya kasih contoh (maskapai) pesawat-pesawat terbesar, kayak Emirates, itu bisa dibilang majority direksinya orang asing," kata Pandu dalam 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Optimism on 8% Economic Growth di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Kamis (16/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Air New Zealand, mungkin gak pernah dengar, tapi profitnya itu dua kali lipat Garuda. Mungkin bisa dibilang majority juga orang asing, bukan New Zealand. Memang dari sisi Danantara kita ingin membawa paradigma baru, bukan lagi hanya melihat ke dalam, tapi juga melihat ke luar," tegasnya soal alasan WNA boleh mengisi jajaran direksi BUMN.
Lebih jauh, Pandu mencontohkan bagaimana sejarah kemunculan Danantara yang baru dibentuk Februari 2025. Ia menyebut awalnya badan itu hanya diisi 3 orang, yakni Chief Executive Officer (CEO) Rosan Roeslani, dirinya, serta Chief Operating Officer (COO) Dony Oskaria.
Sekarang Danantara diklaim sudah memiliki 300 orang karyawan. Pandu Sjahrir menegaskan para pejabat Danantara bukan hanya orang Indonesia, melainkan tersebar dari 9 negara.
"Kita mulai akhir Februari (2025) kurang lebih 3 orang, sekarang kita sudah hampir mendekati 300 orang, dan 300 orang ini dari 9 nationality. Jadi, memang cukup internasional," bebernya.
"Juga keinginannya sebagai institusi kelas dunia dan memiliki world class people. Buat saya pribadi, ini semacam bank sumber daya manusia (SDM). Kita mencoba mencari yang terbaik," imbuh Pandu.
Ia mencontohkan Danantara punya kemiripan dengan Temasek di Singapura dan perusahaan holding investasi Abu Dhabi bernama ADQ. Sovereign fund itu menggunakan uang atau dividen dari perusahaan untuk berinvestasi.
Berbeda dengan Government of Singapore Investment Corporation (GIC) yang sepenuhnya bermodalkan duit negara. Badan tersebut menggunakan uang pemerintah dengan cara ditabung dan diinvestasikan.
"Ada juga yang nanya kenapa harus ada orang asing? Kami selalu bilang, kita ingin perusahaan-perusahaan yang ada, karena di Danantara ini mirip dengan Temasek di Singapura atau ADQ di Abu Dhabi, di mana semua BUMN itu menjadi aset utamanya," jelas Pandu.
"Berbeda dengan misalnya GIC, di mana itu digunakan dari kas negara yang langsung ditabung dan diinvestasikan. Di sini (Danantara) kita harus bisa mengelola dividen yang dihasilkan dan membawa perusahaan di BUMN itu menjadi world class," sambungnya.
Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto mengizinkan warga negara asing (WNA) bisa memimpin Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurutnya, pemerintahannya telah mengubah aturan yang memperbolehkan ekspatriat menjadi pimpinan di BUMN.
"Dan saya sudah mengubah regulasinya. Sekarang ekspatriat, non-Indonesia, bisa memimpin BUMN kita," kata Prabowo saat berdiskusi bersama Chairman and Editor in Chief Forbes, Malcolm Stevenson Jr alias Steve Forbes di Hotel St Regis, Jakarta, Rabu (15/10) malam WIB.
Prabowo mengaku telah menginstruksikan manajemen BPI Danantara untuk menjalankan bisnisnya dengan standar internasional.
(skt/agt)