Wakil Gubernur Jawa Timur (Jatim) Emil Elestianto Dardak siap membuka secara transparan alasan di balik dana milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim sebesar Rp6,84 triliun mengendap di perbankan.
Hal disampaikan Emil menanggapi pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengenai masih banyaknya pemerintah daerah (pemda) yang menumpuk uang di bank, termasuk Pemprov Jatim.
Emil menilai ini justru momentum tepat bagi pemda untuk menjelaskan kepada publik penyebab terjadinya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA). Ia mendorong seluruh pemda di Jatim bersikap terbuka agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya minta pemprov, pemda buka-bukaan aja. SiLPA-nya tuh karena apa? Lebih baik begitu daripada publik nanti berpikir bahwa pemerintah ini mengabaikan pembayar pajak," kata Emil di Surabaya, Kamis (23/10).
Menurut Emil, setiap daerah memiliki alasan tersendiri terkait munculnya SiLPA. Salah satu penyebabnya adalah keterlambatan transfer dana dari pusat yang baru turun di akhir tahun anggaran.
"Karena daerah juga kadang punya alasannya sendiri. Misalnya, 'Pak, SiLPA tuh karena dananya datang di akhir tahun', sedangkan aturan keuangan daerah itu tidak seperti keuangan pusat. Dana yang keluar di akhir tahun baru bisa dianggarkan di perubahan APBD. Jadi di APBD murninya kesannya Silpa," katanya.
Emil menekankan kondisi itu sering kali menimbulkan kesan seolah dana tak terserap, padahal secara faktual sudah digunakan tetapi baru bisa tercatat pada APBD Perubahan. Ia pun mengajak semua pihak untuk tidak menutup-nutupi dan bersama-sama melakukan koreksi bila memang ada kesalahan.
"Daripada menjadi debat kusir, mending dibuka. Kalau memang kita salah, akui salah sehingga ada perbaikan. Lebih baik begitu kan?" katanya.
Ketua DPD Demokrat Jatim tersebut menjelaskan besarnya anggaran dana mengendap di Provinsi Jatim juga harus dipahami sebagai akumulasi dari seluruh kabupaten dan kota di wilayahnya yang berjumlah 38 daerah.
"Kenapa Jawa Timur besar, 38 kabupaten kota. Itu angka se-Jawa Timur. Termasuk bupati, wali kotanya kan. Makanya semua ayo dibuka gitu biar semua juga tahu kenapa kok anggaran apakah betul tidak terserap atau ada perubahan pendapatan di ujung tahun yang kemudian akhirnya hanya bisa dicatat sebagai SilPA," tuturnya.
Emil menyambut positif dorongan Purbaya agar pemda mempercepat perputaran uang di daerah. Ia menilai tidak ada manfaat bagi pemda menahan dana dalam jumlah besar di bank karena justru bisa memperlambat pergerakan ekonomi daerah.
"Saya mengapresiasi Pak Menkeu yang memang memecut pemda untuk ayo segera (belanjakan). Nah sekarang saatnya kita juga buka-bukaan ke publik mengenai apa sih sebenarnya (penyebabnya) gitu," kata Emil.
"Karena siapa yang untung nyimpan-nyimpan uang di bank? Pemda enggak untung, ngapain ngambil untung dari situ. Justru nanti kalau ekonomi enggak muter, PAD-nya yang mandek. Ngapain nyimpan-nyimpan uang di bank? Enggak ada untung. Betul banget, Pak Menkeu, tugas Pemda bukan nabung," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap masih banyak pemerintah daerah (pemda) yang menumpuk uang dalam jumlah besar di perbankan meskipun realisasi belanja daerah berjalan lambat sepanjang 2025.
Ia menyebut hingga akhir September 2025, total dana pemda yang tersimpan di bank mencapai Rp234 triliun, naik dibanding tahun sebelumnya.
Berdasarkan data BI per 15 Oktober 2025, Provinsi Jawa Timur merupakan pemda kedua yang punya simpanan tertinggi di perbankan per September 2025, jumlahnya mencapai Rp6,84 triliun. Di bawah Provinsi DKI Jakarta dengan Rp14,68 triliun.
(frd/pta)