Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan sampai saat ini masih banyak praktik saham gorengan yang terjadi di pasar modal Indonesia yang merugikan investor.
Saham gorengan adalah sebutan untuk saham yang harganya naik dan turun secara tidak wajar. Ini terjadi imbas rekayasa sejumlah pihak, yang kerap disebut pemain atau bandar.
Hal ini tentu membuat banyak investor ketar-ketik, terutama yang baru mau masuk ke pasar saham.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi tenang saja, agar tidak terjebak pada saham gorengan, berikut empat cara yang bisa dilakukan investor:
Lihat Juga : |
Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi (MRE), Andi Nugroho mengatakan ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menghindari saham gorengan.
Pertama, menganalisis fundamental dan teknikal emiten tersebut. Saham yang memiliki kinerja keuangan kuat, terutama yang tergabung dalam indeks LQ45 atau IDX30, umumnya memiliki volatilitas harga yang wajar.
Sebaliknya, saham gorengan biasanya memiliki pergerakan harga yang ekstrem dan tidak rasional, misalnya, harga yang 'tidur' dalam waktu lama tiba-tiba melonjak tajam dalam hitungan hari tanpa adanya berita positif atau peningkatan kinerja perusahaan.
Dengan analisis yang matang, investor dapat menilai apakah kenaikan harga suatu saham memang didorong oleh kinerja bisnis atau sekadar spekulasi pasar.
"Cek dan Analisa fundamental dan teknikal dari saham tersebut. Saham-saham yang fundamentalnya bagus apalagi yang masuk LQ45 misalnya, biasanya volatilitasnya tidak terlalu ekstrim," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Lihat Juga :EDUKASI KEUANGAN Tips Mengelola Uang Saat Job Hugging Agar Finansial Tetap Sehat |
Menurut Andi, Fenomena fear of missing out (FOMO) sering membuat investor tergoda membeli saham hanya karena melihat tren kenaikan tajam hingga menyentuh auto reject atas (ARA).
Padahal, membeli saham tanpa analisis yang jelas sama saja dengan berjudi. Dengan melakukan riset terlebih dahulu, investor dapat mengurangi risiko terjebak pada saham yang sedang 'digoreng' oleh pihak-pihak tertentu demi keuntungan jangka pendek.
"Dengan melakukan analisa sebelumnya, kita bisa mengurangi resiko membeli saham 'secara buta dan gambling' hanya karena FOMO melihat trennya yang tetiba naik tinggi sampai ARA," kata Andi.
Tak hanya itu, di era media sosial saat ini, Andi menilai banyak informasi tentang saham beredar dengan cepat. Tidak sedikit yang bersifat pompom atau ajakan untuk membeli saham tertentu tanpa dasar analisis yang kuat sehingga masyarakat harus lebih waspda.
Bahkan, ajakan semacam ini sering kali datang dari influencer yang memiliki banyak pengikut namun belum tentu memahami analisis pasar dengan baik.
"Karena itu, penting bagi investor untuk selalu memverifikasi informasi yang diterima dan tetap berpegang pada data serta analisis pribadi. Jadi bijaklah dalam mencerna informasi yang diterima," jelas Andi.
Lihat Juga : |
Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia, Dandy mengatakan investor juga perlu menyebar lokasi penempatan dananya. Harus diberbagai saham sehingga portofolionya beragam.
"Jangan menaruh semua modal di satu emiten. Diversifikasi adalah strategi klasik yang terbukti efektif untuk mengurangi risiko investasi," kata Dandy.
Menurutnya, dengan menyebar dana ke beberapa saham dari sektor berbeda, potensi kerugian akibat saham tertentu yang anjlok dapat diminimalkan.
"Diversifikasi juga membantu menjaga kestabilan portofolio dalam jangka panjang," jelasnya.
Andi dan Dandy menyebutkan bagi investor yang ingin menghindari risiko tinggi saham gorengan, ada beberapa pilihan investasi alternatif. Misalnya, reksadana berbasis saham yang dikelola oleh manajer investasi profesional.
Namun, jika ingin portofolio yang lebih seimbang, bisa memilih reksadana pendapatan tetap atau reksa dana pasar uang.
Sementara untuk tujuan jangka panjang di atas lima tahun, keduanya menyarankan bisa memilih instrumen investasi seperti logam mulia karena lebih stabil dan relatif aman dari gejolak pasar saham.
(agt)