Starbucks Jual 60 Persen Saham di China ke Perusahaan Lokal
Perusahaan kedai kopi asal Amerika Serikat (AS), Starbucks, akan menjual 60 persen saham bisnisnya di China ke perusahaan firma investasi lokal, Boyu Capital.
Starbucks mencapai kesepakatan penjualan senilai US$4 miliar atau setara Rp66,9 triliun (asumsi kurs Rp16.715 per dolar AS) kepada Boyu Capital.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, kedua perusahaan akan mengoperasikan usaha bersama, dengan Boyu menguasai 60 persen dalam operasi bisnis Starbucks di China.
"Starbucks akan mempertahankan 40 persen saham dalam usaha patungan dan akan terus memiliki serta memberikan lisensi merek dan hak kekayaan intelektual kepada entitas baru," kata Starbucks dan Boyu, Senin (3/11) dikutip Reuters.
Lihat Juga : |
Lebih lanjut, Starbucks memperkirakan hasil penjualan beserta kepemilikan saham yang dipertahankan dan lisensi selama 10 tahun ke depan akan mencapai lebih dari US$13 miliar atau setara Rp217,49 triliun.
Pangsa pasar Starbucks telah menurun di China dalam beberapa tahun terakhir karena persaingan sengit dengan pebisnis kopi lokal, seperti Luckin dan Cotti, yang menawarkan harga lebih murah.
Berdasarkan data Euromonitor Internasional, pangsa pasar Starbucks telah menurun tajam ke angka 14 persen pada 2024, padahal pada 2019 jaringan kedai kopis AS ini menguasai 34 persen pangsa pasar di China.
Untuk mengatasi masalah ini, Starbucks telah menurunkan harga beberapa minuman non-kopi dan mempercepat pengenalan produk lokal yang baru.
Namun, beberapa analisis menilai langkah tersebut kurang tepat. Sebagai perusahaan kedai kopi, Starbucks seharusnya fokus pada kekuatannya sebagai kafe tempat orang ingin bertemu dan menghabiskan waktu.
Pesaing Starbucks, Luckin, kini memiliki lebih dari 20 ribu gerai di seluruh China. Fokus bisnisnya adalah pada layanan take-away dan pengiriman. Jumlah gerai mereka jauh lebih banyak dari Starbucks yang punya 7.800 unit.
Penjualan di gerai Starbucks telah meningkat 2 persen pada kuartal II-2025 dibandingkan dengan pertumbuhan 0 persen pada kuartal sebelumnya.
Selain perlambatan ekonomi di China, dalam laporan tahunan Starbucks tahun 2024 juga menyebutkan penjualan lesu imbas adanya faktor perang dagang AS-China dan sensitivitas politik yang meningkat di China.
(fln/pta)