Optimisme atas Hidrogen Hijau, Pembuka Simpul Kemandirian Energi
Hidrogen hijau diyakini dapat menjadi terobosan menghadapi tantangan transisi energi dekarbonisasi sektor yang sulit dikurangi emisinya.
Keyakinan itu terungkap dalam penyelenggaraan forum Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2025 oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) di Jakarta, baru-baru ini.
Indonesia disebut harus menurunkan emisi secara signifikan dalam upaya mencapai target Net-Zero Emission pada 2060. Antara lain, lewat penggunaan energi dan bahan bakar. Namun, ada beberapa sektor yang tidak mudah untuk langsung beralih menggunakan bahan bakar energi terbarukan, yang umumnya membutuhkan intensitas energi yang tinggi dalam proses produksi maupun operasional, seperti sektor industri, transportasi berat, transportasi air, hingga penerbangan.
Penggunaan hidrogen hijau disebut sebagai solusi potensial sebagai bahan bakar, pembangkit listrik, maupun penyimpan energi. Saat ini, pengembangan hidrogen hijau masih menghadapi kendala terkait biaya produksi yang tinggi.
Chief Executive Officer (CEO) Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menyatakan bahwa hidrogen hijau merupakan landasan transisi energi dan jalan menuju kemandirian Indonesia. Ia menyebut, harga produksi perlu diturunkan dari US$6 sampai US$8 menjadi di bawah US$3 per kilogram.
"Keberhasilan ini bergantung pada kombinasi penurunan biaya teknologi, lokasi proyek yang strategis, dan, yang paling penting, kebijakan yang kuat dan konsisten untuk memberi sinyal positif kepada pasar dan investor," tutur Fabby.
Untuk itu, IESR melalui proyek Green Energy Transition Indonesia (GETI) yang didukung British Embassy Jakarta, meluncurkan Indonesia Green Hydrogen Accelerator yang menggunakan enam pilar utama dalam penciptaan ekosistem hidrogen hijau di Indonesia.
Pilar pertama, adalah pengembangan teknologi dan energi terbarukan, yakni melalui pengembangan teknologi hidrogen dan memperbesar penggunaan energi terbarukan secara masif untuk produksi listrik. Kedua, mendorong permintaan domestik untuk membangun pasar lokal yang stabil.
Ketiga, pembangunan infrastruktur untuk produksi, penyimpanan, dan distribusi hidrogen. Keempat, akselerasi pasar dan pembiayaan inovatif dengan mendorong masuknya teknologi melalui kebijakan insentif dan skema pembiayaan yang strategis.
Kelima, penguatan kebijakan dan regulasi untuk menciptakan kerangka hukum yang kuat dan konsisten. Keenam, pengembangan tenaga kerja untuk memastikan tersedianya sumber daya manusia terampil yang siap mendukung seluruh rantai nilai hidrogen hijau.
Koordinator Pelayanan dan Pengawasan Usaha Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM, Muhamad Alhaqurahman Isa menjelaskan bahwa Strategi Hidrogen Nasional memiliki salah satu pilar utama berupa upaya menjadikan hidrogen sebagai komoditas ekspor strategis, dengan memanfaatkan keunggulan Indonesia sebagai negara maritim.
Ia memaparkan, Indonesia mempunyai dua jalur pelayaran internasional yang padat seperti Selat Sunda dan Selat Malaka, yang berpeluang menjadi pusat pengembangan hidrogen (hydrogen hub). Alhaqurahman menegaskan, Indonesia berpotensi menjadi pemasok kebutuhan hidrogen bagi negara-negara termasuk Singapura, Jepang, dan Korea Selatan.
"Saat ini, pemerintah sedang melakukan kajian pengembangan hub hidrogen di Kalimantan dan Papua bersama IESR, untuk mengintegrasikan hasil kajian potensi produksi dengan rencana pegembangan hidrogen untuk mengejar target dalam peta jalan," kata .lhaqurahman.
Adapun dari sisi regulasi, pemerintah saat ini tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Tata Kelola Hidrogen, yang akan menjadi payung hukum utama bagi pengembangan ekosistem hidrogen nasional.
Peta jalan pengembangan hidrogen Indonesia sendiri memproyeksikan produksi hidrogen Indonesia pada tahun 2060 sebesar 17,5 juta ton, dengan proyeksi permintaan domestik sebesar 11,7 juta ton/tahun. Mulai tahun 2030, terdapat potensi ekspor hidrogen hijau, dengan syarat proses pengembangan produksi hidrogen hijau Indonesia telah selesai dan mencapai tahap keekonomian.
(rir/rir)