Bos Lippo Buka Suara soal Sengketa Lahan 16 Ha yang Bikin Kesal JK

CNN Indonesia
Senin, 10 Nov 2025 19:11 WIB
CEO Lippo Group James Riady membantah pihaknya terlibat sengketa lahan 16,4 hektare di kawasan Tanjung Bunga, Makassar yang membuat kesal Jusuf Kalla (JK).
CEO Lippo Group James Riady membantah pihaknya terlibat sengketa lahan 16,4 hektare di kawasan Tanjung Bunga, Makassar yang membuat kesal Jusuf Kalla (JK). (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan).
Jakarta, CNN Indonesia --

CEO Lippo Group James Riady membantah pihaknya terlibat sengketa lahan 16,4 hektare di kawasan Tanjung Bunga, Makassar yang membuat kesal mantan wakil presiden RI Jusuf Kalla (JK).

"Tanah itu bukan punya Lippo. Jadi enggak ada kaitannya dengan Lippo. Jadi kita enggak ada komentar," ujar James di kantor Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Senin (10/11).

Kendati demikian, James mengakui perusahaannya adalah salah satu pemilik saham PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) yang menjadi salah satu pihak yang mengklaim mempunyai hak atas lahan sengketa itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Lahan itu adalah kepemilikan dari perusahaan pemda di daerah yang namanya PT GMTD di mana adalah perusahaan terbuka, di mana Lippo adalah salah satu pemegang saham," ujar James.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan setidaknya ada empat pihak terlibat pada kasus sengketa tanah yang membuat mantan wakil presiden RI Jusuf Kalla (JK) geram.

Menurut Nusron, perkara tanah seluas 16,4 di kawasan Tanjung Bunga, Makassar itu merupakan kasus lama yang akarnya telah berlangsung puluhan tahun sebelum masa kepemimpinannya di ATR/BPN.

Sengketa tersebut melibatkan sejumlah pihak mulai dari PT Hadji Kalla, PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) yang terafiliasi dengan Lippo Group, serta Mulyono dan Manyombalang Dg. Solong.

"Kasus ini merupakan produk tahun 1990an. Justru kini terungkap karena kami sedang berbenah dan menata ulang sistem pertanahan agar lebih transparan dan tertib," ujar Nusron di Jakarta dalam keterangan resmi, Minggu (9/11) lalu.

Berdasarkan penelusuran Kementerian ATR/BPN, bidang tanah yang kini menjadi objek sengketa ternyata memiliki dua dasar hak yang berbeda.

Pertama, terdapat sertipikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Makassar pada 8 Juli 1996 dan berlaku hingga 24 September 2036.

Kedua, di atas lahan yang sama juga terdapat Hak Pengelolaan (HPL) atas nama PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk, yang berasal dari kebijakan Pemerintah Daerah Gowa dan Makassar sejak tahun 1990-an.

Selain kedua dasar hak tersebut, sengketa ini juga berkaitan dengan gugatan dari Mulyono serta putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Makassar dalam perkara antara GMTD melawan Manyombalang Dg. Solong, di mana GMTD dinyatakan sebagai pihak yang menang.

Secara hukum, putusan tersebut hanya mengikat para pihak yang berperkara dan ahli warisnya, sehingga tidak otomatis berlaku terhadap pihak lain di lokasi yang sama.

Namun, ia menegaskan fakta hukum juga menunjukkan PT Hadji Kalla memiliki hak atas dasar penerbitan yang berbeda.

"Fakta hukum menunjukkan bahwa di lahan itu terdapat beberapa dasar hak dan subjek hukum berbeda. Karena itu, penyelesaiannya harus berdasarkan data dan proses administrasi yang cermat, bukan dengan mengeneralisasi satu putusan," jelasnya.

[Gambas:Video CNN]

(fby/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER