Keputusan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, untuk tidak menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) dinilai sebagai langkah strategis menjaga keseimbangan industri hasil tembakau (IHT). Kebijakan ini diharapkan dapat menekan peredaran rokok ilegal sekaligus menjaga stabilitas pelaku usaha di sektor tersebut.
Pada acara Coffee Morning CNBC Indonesia di Jakarta, Rabu (22/10), Direktur Institute of Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Tauhid, mengatakan keputusan pemerintah sudah tepat. Menurutnya, tantangan utama saat ini bukan pada tarif cukai, melainkan pada pengawasan rokok ilegal yang terus berkembang.
"Sebenarnya kebijakan ini mengarah ke jalan yang tepat. Yang agak belum-belum berhasil adalah dari sisi pengawasan rokok ilegal. Trennya naik begitu di 2020 itu 4,9% dan 2023 6,9% artinya penerimaan negara yang cenderung turun dan industrinya turun. kita sebut hidden economy, tidak terhitung dalam PDB. Jadi mungkin loss-nya bisa Rp15-20 triliun," papar dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia melanjutkan, kebijakan ini penting untuk mencegah luasnya pasar rokok ilegal yang selama ini menekan industri resmi. Dengan tidak menaikkan cukai, disparitas harga antarproduk dapat dikendalikan sehingga ruang peredaran rokok tanpa pita cukai semakin sempit.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), K. Mudi, menilai keputusan ini sangat bijak karena mampu meredam gejolak di lapangan. Ia berharap pemerintah kini lebih fokus pada pembinaan petani agar produktivitas dan kualitas tembakau meningkat.
Menurutnya, kebijakan ini juga memberi ruang bagi pelaku industri untuk menjaga keberlanjutan usaha di tengah tantangan rokok ilegal. Dengan situasi lebih stabil, perusahaan dapat terus beroperasi sesuai regulasi cukai, sekaligus berkontribusi pada ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat di wilayah produksi.
(rir)