Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid sudah menerima surat balasan dari Pengadilan Negeri (PN) Makassar terkait sengketa tanah di kawasan Tanjung Bunga, Makassar, yang turut menyeret nama Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK).
Meski begitu, Nusron mengaku masih belum sepenuhnya memahami isi surat balasan dari PN Makassar tersebut.
"Oh, sudah ada balasan. Ini tak bacain. Semalam aku baru dapat ini. PN Makassar sudah membalas, cuma aku ini belum paham maksudnya apa dari jawaban tersebut. Ini, surat nomor 5533 tanggal 7 November tahun 2025," ujar Nusron di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta Pusat, Selasa (11/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia kemudian membacakan sebagian isi surat dari PN Makassar yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar. Dalam surat itu, pengadilan menjawab permintaan klarifikasi terkait pelaksanaan eksekusi atas lahan yang menjadi objek sengketa.
Berdasarkan isi surat tersebut, PN Makassar menyatakan hingga saat ini belum ada tindakan eksekusi maupun pengukuran atas objek tanah yang bersertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama NV Hadji Kalla TRD. Artinya, secara administratif, belum ada langkah nyata di lapangan terkait pelaksanaan putusan pengadilan yang sebelumnya dikaitkan dengan kasus sengketa tanah tersebut.
Namun, Nusron mengaku masih perlu menafsirkan lebih lanjut maksud teknis dari surat itu sebelum mengambil langkah lanjutan.
"Hal klarifikasi pelaksanaan eksekusi kepada yang terhormat Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar di Makassar. Sehubungan dengan surat Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar tanggal 05 November 2025 ya. Perihal sebagaimana tersebut pada pokok surat kami mempertanyakan eksekusinya. Maka dengan ini kami sampaikan bahwa objek sertifikat hak guna bangunan atas nama NV Hadji Kalla TRD (Trading Company) belum dilakukan pengukuran dan tidak dilaksanakan eksekusi," ucapnya membacakan isi surat tersebut.
"Jawabannya gitu. Maknanya apa, aku juga belum paham surat ini," tambah Nusron.
Kasus sengketa tanah di Tanjung Bunga sendiri telah menjadi sorotan publik setelah JK secara terbuka menyampaikan kekesalan atas persoalan tersebut. Sengketa ini melibatkan beberapa pihak, antara lain PT Hadji Kalla, PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) yang terafiliasi dengan Lippo Group, serta dua individu bernama Mulyono dan Manyombalang Dg Solong.
Menurut Nusron, akar persoalan ini sudah berlangsung sejak 1990-an, jauh sebelum masa kepemimpinannya di Kementerian ATR/BPN. Dari hasil penelusuran, ditemukan dua dasar hak atas bidang tanah yang sama.
Pertama, terdapat sertifikat HGB atas nama PT Hadji Kalla yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kota Makassar pada 8 Juli 1996 dan berlaku hingga 24 September 2036. Kedua, terdapat Hak Pengelolaan (HPL) atas nama PT GMTD Tbk yang berasal dari kebijakan Pemerintah Daerah Gowa dan Makassar sejak dekade yang sama.
Selain itu, sengketa juga bersumber dari putusan PN Makassar Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Makassar dalam perkara antara GMTD melawan Manyombalang Dg. Solong.
Dalam putusan itu, GMTD dinyatakan sebagai pihak yang menang. Namun, putusan tersebut hanya mengikat pihak-pihak yang berperkara dan ahli warisnya, sehingga tidak serta merta berlaku bagi pihak lain yang memiliki dasar hukum berbeda atas lahan yang sama.
"Fakta hukum menunjukkan bahwa di lahan itu terdapat beberapa dasar hak dan subjek hukum berbeda. Karena itu, penyelesaiannya harus berdasarkan data dan proses administrasi yang cermat, bukan dengan mengeneralisasi satu putusan," ujar Nusron dalam kesempatan sebelumnya.
Ia menambahkan Kementerian ATR/BPN tetap berpegang pada prinsip netralitas dan menjalankan fungsi administratif berdasarkan data pertanahan yang sah. Adapun pelaksanaan eksekusi di lapangan merupakan kewenangan PN Makassar sesuai dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
"Secara administrasi, Kementerian ATR/BPN berkewajiban memastikan bahwa objek tanah yang disebut dalam putusan sesuai dengan data pertanahan yang ada," kata Nusron.
Sebagai langkah koordinatif, Kantor Pertanahan Kota Makassar sebelumnya telah mengirim surat resmi kepada PN Makassar untuk meminta klarifikasi dan koordinasi teknis. Langkah itu diambil agar proses eksekusi tidak menimbulkan salah objek atau tumpang tindih administrasi.
Lihat Juga : |
Menurut Nusron, munculnya kembali kasus lama ini menjadi momentum penting untuk mempercepat digitalisasi dan penertiban data lama di bidang pertanahan. Ia menyebut keterbukaan terhadap kasus seperti ini menandakan sistem pertanahan sedang dibenahi agar lebih transparan.
"Kalau hari ini kasus lama muncul ke publik, itu justru karena sistem kita sedang jujur dan dibuka. Kami ingin semua terang agar ke depan tidak ada lagi tumpang tindih," ujarnya.
Ia menegaskan Kementerian ATR/BPN tidak berpihak kepada siapa pun, baik PT Hadji Kalla, PT GMTD (Lippo), Mulyono, maupun Manyombalang Dg Solong.
"Kami berdiri di atas hukum, bukan di atas kepentingan siapa pun. Fokus kami membenahi sistem agar ke depan setiap hak atas tanah berdiri di atas kepastian hukum," pungkas Nusron.
(del/pta)