Jakarta, CNN Indonesia --
Tanah Batak menyimpan banyak kekayaan dan warisan leluhur yang bisa membawa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Indonesia mendunia.
Hal itu disadari oleh Renny Katrina Manurung, seorang pengusaha muda yang mengembangkan bisnis ulos di Desa Saitnahuta, Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara.
Renny mengaku jatuh cinta dengan ulos karena sejak kecil dibesarkan oleh keluarga penenun. Setelah meraih gelar sarjana akuntansi, ia pun memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya untuk memulai usaha "Dame Ulos".
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya, ia memasarkan hasil tenunan dari 10 orang penenun di sana. Pewarna kain yang digunakan berasal dari kekayaan alam sekitar seperti kulit kayu secang untuk warna merah, lumpur untuk warna hitam dan abu-abu, hingga kunyit untuk warna kunyit.
Sekitar 2019, usahanya mendapatkan pendampingan dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sibolga. Saat itu, bank sentral menjawab salah satu masalah yang dihadapinya dengan menyediakan galeri etalase untuk memajang produknya.
"Problem utamanya itu tidak ada galeri. Awalnya itu hanya di depan rumah, kapasitasnya tidak bisa untuk display," ujar Renny saat ditemui di Galeri Dame Ulos, Tapanuli Utara pada awal November lalu.
 Pendiri Dame Ulos Renny Katrina Manurung di Galeri Dame Ulos, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Selasa (4/11). (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta). |
Tak hanya menyediakan galeri, BI juga membina dalam pemasaran produk secara digital, baik lewat marketplace maupun live di media sosial hingga mengembangkan Galeri Dame Ulos menjadi salah satu destinasi wisata.
Beberapa kali BI juga membawa Renny memajang produk ulosnya di pameran Karya Kreatif Indonesia (KKI) maupun eksibisi di luar negeri.
Setelah itu, bisnis ulos Renny kian berkembang dengan memberdayakan 200 perempuan penenun. Dalam sebulan, Dame Ulos bisa memproduksi 1.400 ulos, baik dalam bentuk kain maupun pakaian siap pakai. Rata-rata penjualannya sebanyak 1.200 ulos per bulan.
 Kain ulos dipamerkan di Galeri Dame Ulos, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Selasa (4/11). (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta). |
Omzetnya pun tak main-main. Sebelum mendapat pendampingan dari BI, rata-rata omzetnya dalam setahun hanya berkisar Rp500 juta hingga Rp1 miliar. Kini, dalam sebulan, usahanya bisa meraup lebih dari Rp19 miliar per tahun yang berasal dari konsumen dalam dan luar negeri.
"Kami punya konsep yang tidak dimiliki oleh yang lain. Kami memiliki konsep pemberdayaan perempuan dan revitalisasi yang dari awal memang Dame Ulos ingin menggali motif-motif lama yang sudah punah. Awalnya, pasarnya tak dilirik," terangnya.
Dalam dua hingga tiga tahun ke depan Renny berharap bisa membawa Dame Ulos kian mendunia.
 Penenun ulos di Kampung Ulos Hutaraja, Samosir, Sumatera Utara, Rabu (5/11). (CNNIndonesia/Safyra Primadhyta) |
Selain Dame Ulos, Kampung Ulos Hutaraja di Pulau Samosir juga memiliki cerita. Di sana wisatawan bisa menyaksikan dan belajar menenun ulos secara langsung yang diwariskan secara turun-temurun.
Ketua DPC APDESI Kabupaten Samosir Raja Sondang Simarmata mengungkapkan BI berperan dalam mengembangkan Kampung Ulos Hutaraja setelah revitalisasi yang dilakukan sekitar lima tahun lalu.
Bentuk pendampingan itu mulai dari penyediaan Galeri Ulos yang menjadi etalase hasil tenunan dari sekitar 50 penenun di sana, pendirian kedai kopi, hingga pengembangan kampung wisata pada periode 2019-2022.
"Dari sisi omzet masyarakat juga sangat terlihat perbedaannya. Kalau sekarang terukur dan bisa terlihat di sistem," jelas Raja.
Bersambung ke halaman berikut...
Tak hanya ulos, kopi juga menjadi komoditas unggulan Sumatera Utara. Salah satu pengusaha daerah yang menggeluti bisnis kopi adalah Manat Samosir.
Sama seperti kebanyakan pemuda Batak lainnya, sejak kecil Manat sudah bersiap untuk mengadu nasib di ibu kota. Krisis moneter 1998 adalah titik balik hidupnya.
Kala itu, ia yang sudah bertahun-tahun bekerja di Jakarta terkena PHK. Ia pun memutuskan untuk kembali ke kampungnya di Desa Sirisirisi, Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara.
Di sana, ia melihat halaman rumah tetangganya tengah menjemur biji kopi. Ia pun tertarik untuk menjadi pengusaha kopi.
 Pengusaha kopi Sitalbak Manat Samosir di salah satu petak kebun kopi di Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, Rabu (5/11). (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta). |
Ia pun mulai menanam kopi jenis Arabica di lahan seluas 0,5 hektare yang dimiliki keluarganya. Ia mendengar bahwa Kopi Lintong, kopi yang berasal dari daerahnya, tersohor di dunia. Kemudian, ia mendirikan CV Sitalbak Kopi.
Bersama 900 petani di daerahnya, ia mendirikan Koperasi Kopi Lintong di mana saat ini ia menjadi ketuanya.
Sekitar lima tahun lalu, petani kopi dari Koperasi Kopi Lintong mendapat pendampingan dari Kantor Perwakilan BI Sibolga. Materi pendampingan itu termasuk cara budidaya kopi yang berkelanjutan hingga pemberian bantuan bibit, alat pelubang tanah dan mesin sortasi.
"Ada 35 kelompok pembibitan kopi, itu pure dari pendampingan BI," ujar Manat saat ditemui di kedai kopinya pekan lalu.
Berkat pendampingan dan bantuan dari BI, daerahnya kini bisa meningkatkan kuantitas dan kualitas dari biji kopi yang dihasilkan. Sebelum didampingi, produksi green bean dari daerahnya hanya 600 kg per tahun. Kini, produksinya bisa mencapai 2,5 ton per hektare per tahun.
Efeknya, pendapatan masyarakat pun meningkat. Saat ini, harga gabah kopi Rp60 ribu per kg. "Ada salah satu petani kami yang bisa menghasilkan 75 kg per dua minggu. Itu kami (Koperasi) membayar sekitar Rp4,2 juta, per bulan dia dapat Rp9 juta," ujarnya.
Manat mengungkapkan 90 persen Kopi Lintong dari koperasinya diekspor ke berbagai negara mulai dari Jepang China, Amerika Serikat, hingga beberapa negara di Eropa. Sementara, 10 persen sisanya baru di pasar dalam negeri.
"Kopi Lintong ini punya ciri khas. Sebelum masuk pameran pun sudah habis dari kebun. Saking tingginya permintaan kopi," ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Kantor Perwakilan BI Sibolga Riza Putera mengungkapkan tenun ulos dan kopi memang merupakan komoditas unggulan dari 16 kabupaten/kota yang menjadi cakupan wilayahnya.
 Kemenyan dan produk turunannya. (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta) |
Pengembangan komoditas unggulan dan UMKM sendiri merupakan pilar dalam strategi pengembangan ekonomi daerah yang dirancang BI, selain pariwisata, ekonomi digital, dan pemasaran.
Menyadari peran penting UMKM dalam mendorong ekonomi, BI pun siap mendukung baik dari sisi hulu maupun hilir. Saat ini, setidaknya ada 50 UMKM yang menjadi binaan BI Sibolga.
"Kami melihat potensi pengembangan UMKM di wilayah kerja kami masih sangat luas. Karena kami melihat dari 16 kabupaten-kota itu baru menyumbang 16 persen dari perekonomian Sumatera Utara," ujar Riza.
Untuk UMKM ulos, misalnya, pihaknya memberikan pendampingan mulai dari peningkatan mutu, pengembangan produk turunan, pemasaran hingga penyediaan transaksi pembayaran secara digital.
Sementara, untuk kopi, BI memberikan pendampingan mulai dari bantuan bibit unggul hingga penerapan cara budidaya kopi berkelanjutan.
Saat ini, pihaknya juga menjajaki untuk mulai mendampingi UMKM kemenyan. Terlebih, wilayahnya dikenal sebagai salah satu penghasil kemenyan terbesar di dunia.
"Kami ingin mengajarkan petani-petani kita untuk hilirisasi kemenyan supaya jualnya itu tidak raw lagi tetapi ada nilai tambah. Kalau raw dijual Rp300 ribu per kg, tetapi dengan hilirisasi bisa sampai Rp1,5 juta per kg," jelasnya.
Riza meyakini agar UMKM daerah berkembang, masyarakat harus bisa menggali komoditas unggulan yang berakar dari daerah. Dengan cara itu, warga bisa meningkatkan ekonomi sembari melestarikan warisan dari leluhur.
"Kalau tidak berakar, saya rasa tidak akan langgeng," ujarnya.
[Gambas:Video CNN]