DJP Ungkap Lonjakan Restitusi Jadi Biang Kerok Setoran Pajak Turun
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan lonjakan restitusi menjadi salah satu faktor penurunan penerimaan pajak hingga Oktober 2025.
Restitusi pajak adalah proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari negara kepada Wajib Pajak (WP).
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto mengungkapkan restitusi pajak hingga akhir bulan lalu mencapai Rp340,52 triliun. Realisasi ini meningkat 36,4 persen dibandingkan periode yang sama 2024, Rp249,59 triliun.
Karena lonjakan itu, menurut Bimo, realisasi penerimaan pajak neto tercatat Rp1.459,03 triliun atau turun 3,86 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Raupan pajak itu sendiri baru 70,2 persen dari target outlook APBN 2025, Rp2.076,9 triliun.
Lihat Juga : |
"Kemudian kontraksi terbesar penerimaan neto karena dampak restitusi Oktober 2025. Restitusi melonjak 36,4 persen, sehingga meskipun pajak bruto positif, penerimaan neto mengalami penurunan," ujar Bimo dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI, Senin (24/11).
Secara rinci, restitusi pajak hingga Oktober 2025 terdiri dari PPh Badan sebesar Rp93,80 triliun atau meningkat 80 persen dari periode sama 2024 sebesar Rp52,13 triliun. Kemudian, PPN DN (dalam negeri) sebesar Rp238,86 triliun atau naik 23,9 persen dari tahun lalu sebesar Rp192,72 persen.
Lalu, restitusi jenis pajak lainnya tercatat sebesar Rp7,87 triliun atau meningkat 65,7 persen dibandingkan periode 2024 yang sebesar Rp4,75 triliun.
"Restitusi dominasi PPh badan dan PPN DN sehingga penurunan neto sangat dalam dibandingkan penurunan bruto di sektor tersebut," jelasnya.
Namun, di sisi lain ia berharap pengembalian kelebihan dana ke masyarakat ini bisa menggerakkan perekonomian.
"Restitusi uang kembali ke masyarakat, kas ke masyarakat termasuk private sektor bertambah, sehingga diharapkan membuat geliat ekonomi," pungkasnya.
(ldy/sfr)