Harga Minyak Menguat di Tengah Ketegangan AS-Venezuela
Harga minyak kembali menguat pada awal perdagangan Selasa (2/12), melanjutkan kenaikan sesi sebelumnya, di tengah meningkatnya risiko geopolitik yang mengancam pasokan global.
Pelaku pasar mencermati dampak serangan drone Ukraina terhadap fasilitas energi Rusia serta memburuknya hubungan Amerika Serikat dengan Venezuela.
Mengutip Reuters, harga minyak Brent naik 14 sen atau 0,2 persen menjadi US$63,31 per barel. Sementara West Texas Intermediate (WTI) menguat 18 sen atau 0,3 persen ke posisi US$59,50 per barel.
Kedua acuan harga tersebut sebelumnya melonjak lebih dari 1 persen pada perdagangan Senin.
Pasokan minyak Rusia kembali terdampak setelah serangan drone besar-besaran pada 29 November. Konsorsium Pipa Kaspia (CPC) menyatakan pada Senin bahwa pengiriman minyak dari salah satu titik tambat di terminal Laut Hitam telah kembali dilanjutkan.
Namun, laporan harian Kommersant menyebut SPM 2 mengalami kerusakan, sementara pengiriman dilakukan melalui SPM 1.
"Situasi militer memperkuat pandangan kami bahwa kesepakatan damai kecil kemungkinan tercapai dalam waktu dekat, dan pasar diesel/gasoil berpotensi kembali mendorong harga minyak naik," tulis analis Ritterbusch and Associates dalam catatan riset.
Di jalur diplomasi, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy menegaskan prioritas Kyiv adalah mempertahankan kedaulatan serta memperoleh jaminan keamanan yang kuat, sementara sengketa wilayah tetap menjadi isu paling pelik. Utusan AS Steve Witkoff dijadwalkan memberi pengarahan kepada Kremlin pada Selasa.
Dari Amerika Selatan, kekhawatiran pasar meningkat seiring meluasnya kampanye tekanan AS terhadap Venezuela. ANZ menyatakan ketegangan yang meningkat dapat semakin mengganggu ekspor minyak negara tersebut.
Presiden AS Donald Trump bahkan menyebut wilayah udara di atas dan sekitar Venezuela ditutup sepenuhnya, meski tanpa memberikan rincian.
Minggu lalu, OPEC+ kembali menegaskan rencana kenaikan produksi kecil untuk Desember dan menunda peningkatan pada kuartal pertama tahun depan karena kekhawatiran potensi kelebihan pasokan.
"Fundamental pada akhirnya tetap dominan. Kami masih melihat pelemahan neraca global berpotensi menekan harga minyak menuju US$55 untuk WTI dan US$59 untuk Brent," tambah Ritterbusch.
(ldy/sfr)