BPJS Kesehatan Ungkap Alasan Rujukan Berjenjang Dimulai dari FKTP

BPJS Kesehatan | CNN Indonesia
Jumat, 05 Des 2025 13:28 WIB
(Foto: Arsip BPJS Kesehatan)
Jakarta, CNN Indonesia --

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menetapkan sistem rujukan berjenjang dalam upaya memastikan layanan medis yang tepat, cepat, dan efisien bagi pesertanya.

Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah menyatakan, mekanisme telah mengatur alur pelayanan, mulai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) hingga layanan lanjutan di rumah sakit (RS) yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. FKTP atau faskes primer menjadi garda terdepan, mencakup puskesmas, klinik pratama, hingga dokter praktik perorangan.

Di tahap pertama ini, peserta akan menjalani pemeriksaan awal, mendapatkan pengobatan dasar, dan ditentukan jika memerlukan tindakan lanjutan. Apabila kondisi pasien tidak dapat ditangani di FKTP, pasien akan dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) atau RS.

Rizzky mengatakan, peserta JKN yang mengalami kondisi gawat darurat medis dapat langsung menuju rumah sakit tanpa rujukan dari FKTP. Ia menegaskan, adalah hak pasien untuk mendapat pelayanan kesehatan dalam kondisi tertentu. Sistem rujukan berjenjang tidak menghalangi pelayanan saat nyawa atau kesehatan peserta berada dalam kondisi gawat darurat.

"Bahkan bagi rumah sakit yang bukan mitra BPJS Kesehatan, jika ada pasien dalam kondisi darurat, rumah sakit tetap wajib memberikan pertolongan awal," kata Rizzky.

Mekanisme sistem rujukan berjenjang ini sesuai dengan regulasi terbaru Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2024 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perseorangan.

Ketua Bidang Layanan Primer Tim Kendali Mutu Kendali Biaya (TKMKB) Tingkat Pusat, dr. Donald Pardede menyampaikan, sistem rujukan berjenjang dalam program JKN merupakan hal dasar untuk memastikan pelayanan kesehatan berjalan tepat, efisien, dan sesuai kompetensi.

Karena setiap penyakit memiliki tingkat kompleksitas berbeda, tidak semua keluhan harus langsung ditangani di rumah sakit.

"Ada 144 kompetensi dokter di layanan primer yang seyogyanya bisa diatasi dan diselesaikan di FKTP. Karena itu, kontak pertama pasien diarahkan ke FKTP. Kasus sederhana seperti batuk-pilek atau pemeriksaan umum cukup ditangani di layanan primer," ujar Donald.

Sistem rujukan berjenjang ini dirancang memudahkan pasien. Dengan datang lebih dahulu ke FKTP terdekat, pasien tidak perlu mengantre di rumah sakit atau menempuh perjalanan jauh untuk keluhan yang dapat diselesaikan di tingkat primer. Hal ini membuat layanan menjadi lebih cepat dan lebih dekat untuk masyarakat.

RS sebagai fasilitas rujukan disebut disiapkan untuk menangani kasus yang membutuhkan keahlian dokter spesialis. Sehingga, berbagai keluhan yang termasuk 144 kompetensi layanan primer seharusnya tetap ditangani di FKTP, sementara kasus yang membutuhkan penanganan lebih mendalam akan dirujuk ke RS.

Dengan mekanisme ini, RS dapat fokus melayani pasien dengan kebutuhan medis spesifik dan kompleks, sementara keluhan ringan diselesaikan di tingkat primer.

Donald mengatakan, dalam konteks pembiayaan, rujukan berjenjang juga menjadi bagian penting untuk menjaga keberlanjutan Program JKN. Apabila kasus ringan langsung ditangani di RS, beban pembiayaan akan meningkat signifikan dan berpotensi mengganggu stabilitas dana jaminan sosial kesehatan.

"Kendali biaya hanya dapat berjalan efektif apabila kasus ditangani sesuai kompetensinya," katanya.

Perubahan Lewat Permenkes

Dengan penerbitan Permenkes Nomor 16 Tahun 2024 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perseorangan, Permenkes Nomor 1 Tahun 2012 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pembaruan itu menjadi langkah penting untuk menyesuaikan sistem rujukan dengan kebutuhan layanan kesehatan yang berkembang saat ini.

Pasal 2 ayat (2) Permenkes 16/2024 mencantumkan, sistem rujukan dilakukan berdasarkan kebutuhan medis pasien dan kemampuan pelayanan di setiap fasilitas pelayanan kesehatan. Pasal ini kemudian diperjelas pada ayat (3), bahwa selain aspek medis dan kapasitas layanan, rujukan juga mempertimbangkan aksesibilitas seperti jarak dan waktu tempuh, pelayanan yang berkualitas, dan tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan biaya.

Adapun Pasal 4 ayat (1) menjelaskan bahwa kemampuan pelayanan pada setiap fasilitas kesehatan didasarkan pada jenis layanan yang tersedia, jenis tenaga medis dan tenaga kesehatan, sarana dan prasarana, sediaan farmasi dan alat kesehatan, dan daya tampung fasilitas pelayanan kesehatan.

Penerapan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan terbitnya Permenkes 16/2024 mendorong perubahan besar dalam mekanisme rujukan pelayanan kesehatan. Sistem rujukan yang sebelumnya berjenjang berdasarkan kelas rumah sakit (D-C-B-A) akan diganti menjadi rujukan berbasis kompetensi, yaitu rujukan yang langsung mengarah ke fasilitas dengan kemampuan layanan paling sesuai kebutuhan medis pasien.

Donald Pardede menyampaikan, dalam skema baru ini, pasien JKN tetap harus memulai layanan di FKTP sebagai gatekeeper. Bedanya, FKTP dapat langsung merujuk pasien ke rumah sakit yang kompeten menangani kondisi medisnya, tanpa perlu melewati jenjang kelas rumah sakit.

"Jadi jangan salah persepsi ya. Gatekeeper-nya tetap FKTP untuk menangani 144 diagnosis penyakit yang menjadi kompetensi faskes primer. Yang berbeda hanya rujukan ke rumah sakit menjadi berbasis kompetensi," tutur Donald.

Donald menambahkan, perubahan sistem ini membuat kelas RS tidak lagi menjadi batasan layanan. RS kelas C, misalnya, dapat menangani tindakan yang sebelumnya hanya tersedia di kelas A atau B, selama RS itu memiliki alat yang memadai, dokter spesialis atau subspesialis kompeten, lulus proses kredensialing, serta didukung organisasi profesi.

"Kalau misalnya cath-lab sudah tersedia di rumah sakit kelas C, FKTP bisa merujuk ke C tanpa harus jauh-jauh ke kelas B atau A. Basisnya bukan lagi kelas rumah sakit, tetapi kompetensinya," papar Donald.

Perubahan ini juga mendorong RS kelas C dan B untuk terus meningkatkan kapasitas dan kualitas layanan.
Lebih jauh, Donald mengingatkan bahwa transformasi ini memerlukan penyesuaian besar, terutama pada sistem pembayaran oleh BPJS Kesehatan. Pasalnya saat ini tarif pelayanan kesehatan masih mengikuti kelas rumah sakit.

"Perlu ada kajian mendalam, penyesuaian tarif, harmonisasi kebijakan antara Kemenkes dan BPJS Kesehatan, serta kepastian implementasi agar sistem rujukan berbasis kompetensi dapat berjalan efektif tanpa membingungkan pasien maupun fasilitas kesehatan," pungkas Donald.

(rea/rir)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK