Pengusaha Curhat Kena Dampak Pemotongan Transfer ke Daerah

CNN Indonesia
Selasa, 09 Des 2025 09:05 WIB
Apindo mengungkapkan pemotongan dana transfer ke daerah (TKD) yang berlanjut dari 2025 ke 2026 menjadi tantangan besar bagi dunia usaha, khususnya di daerah.
Apindo mengungkapkan pemotongan dana transfer ke daerah (TKD) yang berlanjut dari 2025 ke 2026 menjadi tantangan besar bagi dunia usaha, khususnya di daerah. Ilustrasi. (REUTERS/WILLY KURNIAWAN).
Jakarta, CNN Indonesia --

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan pemotongan dana transfer ke daerah (TKD) yang berlanjut dari 2025 ke 2026 menjadi tantangan besar bagi dunia usaha, khususnya di daerah.

Anggota Bidang Kebijakan Publik Apindo Ajib Hamdani menilai kebijakan fiskal tersebut berpotensi memicu tekanan baru dalam bentuk peningkatan pajak daerah dan berpengaruh langsung terhadap aktivitas bisnis.

"Ini menjadi isu sentral teman-teman di daerah, karena tahun 2025 yang nanti kebijakan yang akan dilanjutkan di 2026 adalah pemotongan dana transfer ke daerah, dana TKD," ujar Ajib dalam konferensi pers di Kantor Pusat Apindo, Jakarta Selatan, Senin (8/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menjelaskan banyak pemerintah daerah selama ini sangat mengandalkan dana transfer dari pusat. Ketika terjadi pemangkasan TKD yang nilainya disebut melampaui Rp290 triliun, daerah dinilai akan terdorong untuk lebih agresif menarik pajak guna menutup kekurangan anggaran.

"Yang notabene banyak sekali daerah-daerah ini, mereka mengandalkan dana transfer dari pusat ke daerah. Sehingga kemudian ketika ada pemotongan TKD, bahkan mencapai lebih dari Rp290 triliun nanti, itu potensinya akan mendorong daerah untuk lebih mengintensifkan pajaknya. Ini yang menjadi potensi problem di kita," ujarnya.

Ajib menyebut secara regulasi daerah memang memiliki kewenangan memungut berbagai jenis pajak melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Namun, dunia usaha berharap kebijakan ini tidak justru menekan aktivitas ekonomi di daerah, terutama bagi pelaku UMKM yang sedang tumbuh.

"Memang secara instrumen ada di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tersebut, tapi yang diharapkan oleh dunia usaha terutama UMKM di daerah adalah jangan sampai intensifikasi pajak karena faktor pengurangan TKD ini, karena sudah otomatis teman-teman daerah pasti mereka kreatif untuk menaikkan pajak-pajak daerahnya, tapi jangan sampai itu kontraproduktif terhadap usaha-usaha yang sedang menggeliat di daerah-daerah," ujarnya.

Selain dampak dari sisi daerah, Apindo juga menyoroti persoalan teknis perpajakan di tingkat pusat, khususnya terkait sistem perpajakan Coretax yang dinilai mengganggu aktivitas usaha. Ajib menyebut persoalan Coretax menjadi salah satu beban tambahan bagi dunia usaha di tengah tekanan fiskal yang ada.

"Yang menjadi harapan dunia usaha adalah bagaimana pemerintah ini lebih kreatif jangan hanya mengejar pajak. Bagaimana Coretax juga lebih diperbaiki, karena Coretax ini sangat-sangat mengganggu sirkulasi keuangan di internal, masalah perpajakan, masalah teknis ini sangat mengganggu," ucapnya.

Ketika penerimaan pajak menghadapi tekanan, pemerintah umumnya hanya memiliki dua opsi, yakni menambah utang atau memangkas belanja.

Padahal, menurut Ajib, optimalisasi PNBP bisa menjadi salah satu alternatif untuk menjaga kesehatan fiskal tanpa menambah tekanan langsung terhadap dunia usaha.

[Gambas:Video CNN]

(del/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER