Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian merespons soal kabar kesepakatan tarif dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) yang disebut terancam gagal.
Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto menegaskan perundingan antara kedua negara masih berlangsung.
"Perundingan dagang Indonesia dan Amerika Serikat masih berproses, tidak ada permasalahan spesifik dalam perundingan yang dilakukan, dinamika dalam proses perundingan adalah hal yang wajar," ujar Haryo dalam keterangan tertulis, Rabu (10/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anak buah Airlangga Hartarto itu juga menegaskan harapan Pemerintah Indonesia untuk dapat segera menyelesaikan perundingan tersebut.
"Pemerintah Indonesia berharap kesepakatan dapat segera selesai dan menguntungkan kedua belah pihak," ujarnya.
Seorang pejabat AS sebelumnya menyebut kesepakatan dagang Indonesia terancam gagal usai Indonesia menarik kembali beberapa komitmen yang dibuat kedua pihak pada Juli lalu. Namun, ia tak merinci tentang komitmen spesifik mana yang ditarik Indonesia.
"Mereka mengingkari apa yang telah kita sepakati pada Juli," kata pejabat AS itu kepada Reuters, Selasa (9/12).
Menurutnya, pejabat Indonesia telah memberi tahu Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer bahwa Indonesia tidak dapat menyetujui beberapa komitmen yang mengikat, serta ingin merumuskan kembali negosiasi dengan AS.
Ia menilai langkah itu justru berisiko menghasilkan kesepakatan yang lebih merugikan bagi Washington, dibanding dua perjanjian terbaru yang berhasil dicapai dengan negara Asia Tenggara lain, yakni dengan Malaysia dan Kamboja.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent pekan lalu sempat menyatakan Indonesia 'agak keras kepala' dalam kesepakatan dagang, meski tak merinci bagaimana alotnya lobi-lobi dengan RI.
Pada Juli lalu, Indonesia setuju untuk menghapus tarif pada lebih dari 99 persen barang impor asal AS, juga menghapus semua hambatan non-tarif yang dihadapi perusahaan Amerika.
Di sisi lain, AS bersedia menurunkan tarif impor terhadap produk-produk asal Indonesia dari 32 persen menjadi 19 persen.
Kesepakatan itu pertama kali diumumkan Presiden AS Donald Trump pada 15 Juli. Ia menyebut deal tersebut sebagai kemenangan besar bagi produsen mobil, perusahaan teknologi, pekerja hingga petani AS.
(skt/sfr)