OJK Beri Keringanan Kredit ke Korban Bencana Sumatra, Berlaku 3 Tahun
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberlakukan restrukturisasi kredit bagi korban bencana di Pulau Sumatra selama 3 tahun ke depan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menegaskan restrukturisasi kredit diperbolehkan dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 19 Tahun 2022. Ia menyebut pertimbangannya adalah penanggulangan bencana.
Mahendra menjelaskan ada 3 elemen utama dalam proses restrukturisasi kredit bagi korban bencana di Aceh, Sumatra Utara (Sumut), dan Sumatra Barat (Sumbar).
"Pertama, berlakunya restrukturisasi kredit dari perbankan maupun pembiayaan dari seluruh lembaga keuangan yang ada. Apakah itu lembaga keuangan multifinance, lembaga keuangan mikro, dan semua yang ada," jelasnya dalam Konferensi Pers di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (16/12).
"Berlaku untuk 3 tahun, untuk seluruh provinsi (Aceh, Sumut, dan Sumbar) dengan seluruh batasan besaran kredit," sambungnya.
Kedua, OJK menekankan status kredit yang diberikan restrukturisasi dianggap current atau lancar. Keringanan itu membuat para korban bencana bisa mengajukan permohonan kredit atau pembiayaan baru, sesuai dengan kebutuhannya.
Ketiga, restrukturisasi untuk kredit dengan nilai mencapai Rp10 miliar.
Mahendra mengatakan ke depan hanya ditetapkan satu pilar alias berdasarkan kelancaran pembayaran kembali, sehingga tidak perlu persyaratan tambahan lainnya.
Akan tetapi, Mahendra menegaskan keringanan tersebut bukan berarti pemutihan atau penghapusan kredit.
Di lain sisi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bakal ada relaksasi khusus untuk kredit usaha rakyat (KUR). Pemerintah bahkan disebut-sebut tengah menyiapkan peraturan pemerintah (PP) khusus untuk mengakomodir hal tersebut.
"Khusus mengenai KUR-nya, nanti akan dibuatkan PP tersendiri terkait dengan di 3 provinsi, Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat," jelas Menko Airlangga soal keringanan KUR korban bencana.
Anak buah Presiden Prabowo Subianto itu menegaskan pemerintah juga akan melakukan pemetaan dampak bencana terhadap para debitur. Setidaknya ada 2 fase pemetaan.
Fase pemetaan pertama dilakukan pada Desember 2025 sampai Maret 2026.
"Debitur nanti tidak membayar angsuran, dan penyalur tidak menerima angsuran dan juga tidak mengajukan klaim, dan penjamin atau asuransi tidak juga mengajukan klaim," tegas sang menko.
Selanjutnya, fase kedua adalah relaksasi kewajiban debitur KUR eksisting. Airlangga mengatakan ini terkait dengan debitur yang usahanya sama sekali tidak dapat dilanjutkan, di mana bakal ada periode relaksasi hingga potensi penghapusan utang KUR.
Di lain sisi, Pemerintah Indonesia juga bakal memberikan relaksasi KUR kepada pihak-pihak lain di luar korban bencana.
"Adalah perpanjangan tenor atau bisa juga penambahan daripada kredit atau suplesi. Kemudian, juga subsidi bunga dan subsidi margin yang diberlakukan untuk 2026 di 0 persen dan 2027 di 3 persen," jelasnya.
Airlangga menerangkan, bagi debitur baru, suku bunga ditetapkan 0 persen pada 2026 dan 3 persen pada 2027. Pada tahun berikutnya, suku bunga kembali normal menjadi 6 persen.
(skt/sfr)