Kenaikan Harga Kelapa Cekik UMKM, Pemerintah Didesak Lakukan Ini
Kenaikan harga kelapa membuat UMKM hingga ibu rumah tangga (IRT) teriak. Pemerintah didesak segera mengendalikan harga yang diprediksi bakalan makin ngegas di tahun depan, terutama menjelang Ramadhan dan Lebaran 2026.
Kekhawatiran UMKM hingga IRT tergambar dari hasil sigi Lembaga Survei KedaiKOPI, yang dilakukan secara tatap muka pada 24 November hingga 1 Desember 2025 kepada 400 responden di enam kota besar.
Peneliti KedaiKOPI Ashma Nur Afifah menjelaskan survei itu melibatkan tiga kelompok responden, yaitu 200 IRT, 160 pelaku UMKM, dan 40 penjual kelapa utuh. Hasilnya, sebanyak 83 persen responden merasakan kenaikan harga kelapa dan produk olahannya dalam enam bulan terakhir.
"Bahkan, dari masyarakat yang mengalami kenaikan harga kelapa itu, 45,2 persen di antaranya menilai kenaikan tersebut signifikan," kata Ashma dikutip Antara, Rabu (17/12).
Lihat Juga : |
Survei ini juga menunjukkan dampak kenaikan harga sudah dirasakan luas. Pengeluaran IRT untuk makanan meningkat. Banyak ibu yang terpaksa mengurangi penggunaan santan atau frekuensi memasak masakan bersantan.
Ngegasnya harga kelapa juga sangat memukul UMKM. Pelaku usaha melaporkan kenaikan biaya modal dua kali lebih besar, sehingga sebagian pengusaha katering terpaksa menaikkan harga jual menu hingga 50 persen pada.
"Penjual kelapa utuh juga mengalami penurunan laba meski sebagian besar sudah menaikkan harga jual," ujar Ashma.
Ashma lalu menjelaskan kenaikan harga tersebut dipicu oleh lonjakan ekspor kelapa utuh besar-besaran. Mayoritas responden menyadari permintaan ekspor tinggi menjadi salah satu penyebab utama pasokan domestik berkurang dan harga kelapa melonjak.
"Indonesia sebagai salah satu produsen kelapa terbesar di dunia, dengan produksi sekitar 2,8 juta ton per tahun dan satu-satunya negara yang masih memperbolehkan ekspor kelapa bulat tanpa pembatasan ketat, membuat pasokan dalam negeri rentan terganggu," kata Ashma.
Berdasarkan hasil survei, responden mendesak pemerintah segera memperbaiki regulasi ekspor, meningkatkan pengawasan distribusi, serta menerapkan kebijakan prioritas seperti pungutan ekspor demi mencukupi kebutuhan kelapa nasional.
"Sebanyak 89 persen responden merasa penting untuk segera dibuat kebijakan, keputusan oleh pemerintah agar harga kelapa ini bisa segera terjangkau," imbuhnya.
Survei juga menunjukkan 80 persen responden mendukung penerapan pungutan ekspor (PE) pada kelapa bulat, yang diharapkan dapat menstabilkan stok dan harga dalam negeri.
Pungutan ini sekaligus dilihat dapat menghasilkan pendapatan negara yang bisa dialokasikan untuk kesejahteraan petani, peremajaan kebun, hingga pengembangan UMKM.
"Sebanyak 77,9 persen responden pun optimistis bahwa pungutan ekspor akan efektif menekan harga dan menjaga ketersediaan kelapa," pungkasnya.
(pta)