Jakarta, CNN Indonesia -- Keelokan suatu negeri membuahkan inspirasi bagi enam siswa ESMOD yang memamerkan rancangannya di Bazaar Fashion Festival 2014 (BFF 2014) di Jakarta Convention Center, Jumat (24/10). Dalam rancangannya, mereka menyelipkan pesona Afrika, Spanyol, Prancis, Mesir, Turki, Tibet, dan Jepang.
Meski terinspirasi negara luar, kain asli Indonesia seperti batik dan material tenun Nusantara juga digunakan dalam koleksi mereka. "Kain Indonesia sangat berkarakter," kata Gustina Ratna Dewi, salah satu siswa ESMOD yang turut memamerkan karyanya di panggung BFF 2014. "Semoga desainer Indonesia tidak malu menggunakan bahan kain Nusantara," ujarnya.
Kain-kain tradisional ini, diolah Gustina menjadi busana yang bernuansa Afrika. "
African Fables" karyanya menggunakan material tenun Nusa Tenggara Timur dan kain batik dengan berbagai motif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya membuat busana Afrika dan Jepang. Proses pembuatannya dari pola sampai jahit memakan waktu tiga minggu. Semuanya jahit sendiri," ujar Gustina menerangkan.
Ia menghadirkan gaun dengan tambahan penutup leher besar berbentuk setengah lingkaran. Penutup leher ini dirangkai dengan aplikasi kain dan manik-manik kaya warna. Manik-manik ini teruntai panjang dan terhubung dengan rok bervolume besar di bagian pinggangnya.
Namun, imajinasinya tak hanya terbatas pada bentuk busana tradisional Afrika, tetapi juga dari bentuk rumah adatnya. Ia memadukan unsur fesyen dengan sentuhan kerajinan tangan dari rotan.
Kain rok di bagian belakangnya rupanya terhubung dengan sebuah kain lebar yang dilingkarkan ke rangka rotan di atas kepala sang model dengan penutup rambut berwarna merah.
Diakui sang desainer, kerajinan tangan ini terinspirasi struktur rumah tradisional Afrika yang beratap bulat.
Koleksi karya Victoria Dwi Cahyadi dan Rike Safrina, "
Majestic Pain", terinspirasi dari busana penari flamenco dan matador, sang penakluk banteng. "Saya memilih Spanyol karena ciri khas negaranya sangat kuat," ujar Rike seusai pergelaran busana.
Dalam proses pembuatan koleksinya,mereka menggunakan kain songket Palembang yang dikreasikan dengan aplikasi detail bordir dan rumbai.
Lalu ada pula "The French Bound" oleh Felisia Fanteli yang terinspirasi dari arsitektur menara Eiffel. Aksen geometris dan silang menyilang dari
macrame yang dipadukan dengan penggunaan kain songket emas dari Palembang serta motif kotak-kotak kain Bali memperkaya detail busananya.
Sedikit mengulik sejarah, sang ratu Mesir tercantik, Cleopatra jadi inspirasi Ellisa Christ Haryanto untuk membuat "Ancient Necropolis". Kecantikan dan keanggunan Cleopatra digambarkan dengan aneka busana yang didominasi warna emas dan hitam. Kain ikat Bali dan tenun NTT dipadukan detail batu marbel berwarna keemasan membuat pancaran kecantikan Cleopatra semakin menonjol. Aura Cleopatra makin nampak dengan tata rambut bob berponi depan khas ratu tercantik ini.
Kain tenun NTT juga digunakan untuk membuat koleksi Felisia Fanteli dan Rike Safrina, "
Tibetan Nomadism." Mereka menggunakan kain tersebut untuk menghadirkan kekayaan busana tradisional masyarakat Tibet. Selain kain tenun NTT, mereka juga menggunakan songket Palembang, kain Bali, dengan aksen bulu dan manik-manik kayu.