PENELITIAN HERBAL

Rahasia di Balik Kecanduan Cabai

CNN Indonesia
Selasa, 02 Des 2014 13:46 WIB
Studi mengaitkan rasa pedas dengan kecenderungan orang menikmati perjudian, mengemudi mobil cepat, naik roller coaster, dan pengalaman berbasis sensasi lain.
Ilustrasi cabai. (ANTARA/ Dedhez Anggara)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jika Anda tipe orang yang meminta tambahan wasabi untuk sushi, kemungkinan besar Anda adalah tipe pengambil risiko, berdasarkan penelitian yang dipresentasikan oleh Institute of Food Technologist Annual Meeting and Food Expo pada 2013.

Para peneliti menilai kepribadian 97 orang melalui kuesioner. Mereka diminta untuk menilai seberapa besar mereka menikmati makanan yang semakin pedas, setelah ditambahkan capcaisin, bahan yang bertanggungjawab atas rasa pedas pada cabai bubuk.

Mereka menemukan, orang-orang pencari sensasi, yang berarti terbuka pada risiko dan pengalaman baru, akan terus menikmati rasa pedas pada makanan mereka, meskipun intesitas rasa terbakar pada makanan tersebut terus meningkat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara, mereka yang kurang mencintai risiko akan kian tidak suka dengan makanan pedas tersebut.

Studi sebelumnya bahkan mengaitkan rasa pedas dengan kecenderungan seseorang menikmati perjudian, mengemudi mobil dengan cepat, naik roller coaster, dan pengalaman berbasis sensasi lain. Orang-orang penyuka pedas menyukai risiko permainan tersebut, kata Nadia Byrnes, doktor sekaligus peneliti dari Universitas Negeri Pennsylvania.

Secara biologis, rempah-rempah menciptakan sensasi di mulut yang oleh otak manusia ditafsirkan sebagai pembakaran atau terbakar api. Saat tubuh seseorang menyadari kehadiran bahaya nyata, dia mulai menafsirkan rasa tersebut sebagai sensasi yang mirip pada saat berjudi atau naik roller coaster.

Si penakluk bakteri

Cabai telah menaklukkan dunia. Polong dengan rasa tajam tersebut merupakan rempah-rempah yang paling banyak ditanam di seluruh dunia. Dilansir dari laman Newsweek,  profesi medis kian tertarik pada zat panas yang dikandung olehnya.  Penelitian terbaru cabai bahkan menawarkan cara menaklukkan kerusakan akibat usia tua.

Cabai adalah tanaman dari genus Capsicum anggota keluarga solanaceae, meliputi tomat, kentang, dan terong. Senyawa pada cabai menguarkan rasa pedas, dikenal sebagai capsaicin. Yakni lipid yang mengandung nitrogen, terkait prinsip aktif dalam vanili, dan memiliki efek panas yang sama pada reseptor rasa sakit kita.

Sebenarnya, cabai tidak benar-benar memberikan rasa panas. Indera pengecap pada lidah kita menanggapi rasa asin, manis, asam, pahit dan umami, sementara cabai menawarkan sensasi panas.

Saat masuk ke dalam tubuh capcaisin memiliki kesempatan membakar ke dua, meski tidak ada rasa pedas di titik awal keberangkatannya, yakni pada indra perasa kita.

Sebuah petunjuk hadir pada 1998. Jennifer Billing dan Paul W Sherman menerbitkan penelitian dalam the Quarterly Review of Biology. Penelitian itu mensurvei 4.578 resep dari 93 buku masak berbasis daging dari 36 negara.

Negara-negara dengan iklim panas memakai cabai dan rempah-rempah lebih sering dari negara beriklim dingin.

Data tersebut masuk akal, mengingat bakteria tumbuh lebih cepat di daerah lebih hangat, dan sebagaimana ditunjukkan oleh Sherman cabai merupakan salah satu dari banyak rempah-rempah yang antibakteri.

Cabai dan rempah-rempah lain membantu manusia melindungi makanan dari serangan mikroba, jauh sebelum freezer dan pengawet buatan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER