Jakarta, CNN Indonesia -- Tiap dua bulan, Barclay Cunningham melalui ritual yang dimulai dengan mengambil tablet antihistamin. Setelah beberapa jam, dia mulai mengoles krim antihistamin tebal di atas dahinya, sekitar telinga, dan di atas lehernya. Dia melindungi daerah tersebut dengan tas plastik robek. Hal tersebut dia lakukan agar dia bisa mewarnai rambutnya.
Cunningham sudah mewarnai rambutnya selama satu dekade tanpa ada masalah. Suatu hari, dia melihat kulit telinganya meradang usai mengecat rambut. Dia memakai penutup telinga dari plastik, dan kembali mewarnai. Namun, reaksi alergi bertahan. Sekarang jika dia tidak mewarnai rambut dengan langkah-langkah rumit tersebut, kulit sekitar kepalanya akan merasa gatal, dan ruam berisi nanah.
Penderitaan mewarnai rambut bukan fenomena modern. Selama ribuan tahun manusia sudah mewarnai rambut mereka, selalu bereksperimen bahkan terkadang dengan cara kejam menciptakan formula untuk mencapai warna rambut baru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah kimia pewarnaan rambut modern bercerita, sementara pewarna rambut menjadi bagian dari industri inovatif, rupanya kemajuan telah terhenti. Hari ini, mereka kembali mengandalkan metode kuno.
Upaya manusia untuk mengubah diri sendiri adalah konstan. Seperti halnya yang dikatakan oleh antropolog Amerika Serikat Harry Shapiro. “Dorongan alam untuk memperbaiki diri adalah hal yang universal, orang tergoda untuk menganggapnya sebagai insting.”
Sejarah pewarnaan rambut
Ratusan boneka plastik dengan bibir mengerucut berdiri di lorong Energizing Summit, acara tahunan American Board of Certified Haircolorist. Penata rambut dari seluruh Amerika Serikat semua dengan rambut yang menakjubkan dengan akar rambut terawat yang tanpa cela berseliweran di lantai dasar Marriott Hotel di bandara Los Angeles seperti dikutip laman Independent pada Selasa (20/1). Mereka berada di sana selama dua hari untuk menggali ilmu pewarnaan rambut.
Para ahli kecantikan diajarkan hal yang sama tentang rambut. Pewarna cokelat adalah kombinasi dari tiga pewarna yang berbeda. “Itu informasi yang sangat fiktif,” kata Tom Despenza, mikrobiologis dan peneliti di merek sampo Clairol.
“Warna cokelat adalah terdiri dari dua bahan kimia.” Kedua bahan kimia tersebut tidak berwarna, katanya menjelaskan. Mereka menghasilkan warna cokelat melalui reaksi kimia yang terjadi saat digabungkan.
Ada sebuah perbedaan penting antara warna dan pewarna. Penata rambut tidak menerapkan pigmen, setidaknya tidak untuk pewarna rambut permanen. Mereka menerapkan campuran bahan kimia untuk memulai pembentukan pewarna. Molekul pewarna individual harus digabungkan sebelum mereka memancarkan warna. Pewarna harus berada di kepala selama 30 menit untuk memungkinkan terjadinya reaksi.
Pada pertengahan 1800-an, ahli kimia Inggris William Henry Perkin secara kebetulan mensintesis pewarna non-alami pertama yang dimulai dengan tar batubara. Awalnya dia berharap membuat obat kina untuk malaria, tetapi malah menghasilkan warna ungu muda. Penemuannya merevolusi industri tekstil dan melahirkan industri petrokimia.
Segera setelah itu, Agustus Hofmann, melihat bahwa pewarna yang dia hasilkan dari tar batubara membentuk warna bila terkena udara. Molekul yang bertanggungjawab adalah para-phenylenediamine, dasar bagi perwarna rambut permanen saat ini.
Meskipun rambut adalah serat protein, seperti wol, proses pencelupan tekstil tidak dapat diduplikasikan di kepala. Amonia memisahkan lapisan protein pelindung, memungkinkan senyawa pewarna menembus batang rambut dan mengakses pigmen melanin.
Lewis khawatir jika industri kecantikan memiliki kekuasaan terlalu besar atas keselamatan konsumen. Pada 1979, FDA menuntut produsen pewarna rambut menempatkan label ini pada produk mereka: “Peringatan, bahan berisi bahan yang dapat menembus kulit Anda dan menyebabkan kanker pada laboratorium.”
Beberapa penelitian telah dilakukan tentang risiko pewarna rambut, di antaranya penelitian oleh ilmuwan dari University of Southern California pada 2001.
Disimpulkan perempuan yang sering mewarnai rambut mereka, dua kali lebih mungkin mengembangkan kanker kandung kemih dibandingkan mereka yang abstain. Penata rambut memiliki kemungkinan 5 persen lebih besar terkena kanker kandung kemih daripada populasi umum.
Pewarna alami seperti henna tetap bertahan. Nenek moyang manusia juga menggunakan tumbuhan seperti kunyit, nila, dan alfalfa untuk mewarnai rambut mereka.
(win/mer)