Model Kurus Jadi Perdebatan Berabad-abad

Rizky Sekar Afrisia | CNN Indonesia
Minggu, 25 Jan 2015 09:38 WIB
Hampir seluruh model peragaan busana dari berbagai negara, punya ciri khas yang sama. Ekspresi datar, karakter wajah tegas, tubuh tinggi, dan kurus.
Ilustrasi model (REUTERS/Stefano Rellandini)
Jakarta, CNN Indonesia -- Hampir seluruh model peragaan busana dari berbagai negara, punya ciri khas yang sama. Ekspresi datar, karakter wajah tegas, tubuh tinggi, dan kurus. Mengutip The Guardian, Persoalan standar bentuk tubuh model, ternyata sudah menjadi perbincangan berabad-abad.

Sekitar awal abad ke-20, model fesyen profesional kerap disebut 'manekin hidup'. Nama itu diambil dari bagaimana para perancang menamai proses memajang hasil karya busana mereka di patung, sekitar abad ke-19.

Sebutan 'manekin hidup' menunjukkan, model-model pada masa itu hanya dianggap seperti boneka peragaan semata. Itu memang terlihat dari penampilan mereka yang serba seragam. Bahkan pada masa itu, para model disebut punya "senyuman industri". Senyum dan cerita yang mengalir dari bibir mereka, ditentukan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ditanya "Siapa namamu?" mereka bukan menjawab dengan nama yang sesungguhnya. Yang keluar dari bibir mereka justru penjelasan terstruktur soal busana yang mereka kenakan.

Keseragaman terjadi sejak awal tahun 1900-an, saat pertama kalinya perempuan tak memakai korset. Model-model pada masa itu ramping dan terlihat lemas. Namun, tidak sekurus model masa kini. Tahun 1910 hingga 1914, model menjadi tinggi dan sangat ramping, karena popularitas kegilaan pada tari dan olahraga meledak.

Siluet yang lebih ramping dipelopori model profesional seiring trennya rok sempit dan kain tipis. Tubuh pun dipamerkan dengan cara baru. Seorang desainer Inggris, Lucile bahkan beriklan di surat kabar Amerika untuk model tertipis di dunia yang dihias kain berat.

Caroline Evans, profesor sejarah fesyen di London menulis, perdebatan soal bentuk tubuh mulai muncul tahun 1920-an. Di New York, toko-toko busana di pinggir kota menggunakan model super langsing. Sementara toko-toko di pusat kota, justru menggunakan model berisi.

Bagi toko-toko di pusat kota, model dengan tubuh berisi lebih seksi. Apalagi jika mereka menjadi model untuk produk minuman bir.

Namun seiring tahun dan meningkatnya ukuran busana yang diproduksi massal, standardisasi ukuran tubuh model menguat. Di Paris, desainer Coco Chanel memilih model yang sangat ramping untuk busananya. Bahkan mereka yang tubuhnya terlalu berisi, diberi pembebat dada.

Model dengan tubuh super kurus dan androgini, menguat sejak 1924, dan mencapai puncaknya sekitar 1926. Namun setelah tahun itu, surat kabar Paris menulis bahwa terlalu kurus tidak baik. Bahkan ada 200 "manekin" yang kehilangan pekerjaan karena terlalu kurus.

Tapi di sisi lain, seorang penulis mode justru menyarankan model yang ramping. Bentuk itu membuat model tampak lebih muda dan busana "menggiurkan" karena pas membalut tubuh.

Perdebatan standardisasi bentuk tubuh model, terus berkecamuk sampai ratusan tahun kemudian. Kini, perdebatan kembali mencuat. Ada yang menyebut model kurus cocok dengan fesyen. Tapi ada pula yang tak setuju karena meningkatkan gangguan makan, bulimia dan anoreksia.

Soal itu, sosiolog busana Agnès Rocamora mengatakan, "Perempuan kurus mungkin memengaruhi kita untuk menginginkan busana tertentu. Tapi tubuh kurus bisa karena gangguan makan atau masalah lain. Saya tidak tahu apakah kedua hal itu berhubungan."

(rsa/mer)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER