Keharmonisan Etnis Jawa & Tionghoa di Perayaan Grebeg Sudiro

Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Selasa, 17 Feb 2015 10:19 WIB
Dalam menyambut Tahun Baru Imlek, masyarakat Solo keturunan Tionghoa-Jawa merayakan Grebeg Sudiro.
Warga keturunan Tionghoa dan etnis lainnya mengikuti kirab tradisi Grebeg Sudiro di Solo, Jawa Tengah, Minggu (15/2) (ANTARA FOTO/Maulana Surya)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perayaan Tahun Baru Imlek tinggal menghitung hari. Masyarakat Tionghoa di berbagai wilayah di Indonesia pun sudah mulai melakukan persiapan. Tak terkecuali Masyarakat Tionghoa di Kota Solo, Jawa Tengah.

Bahkan, dalam menyambut Tahun Baru Imlek, masyarakat Solo keturunan Tionghoa-Jawa merayakan Grebeg Sudiro.

Seperti dilansir dari Indonesia Travel, kata grebeg berasal dari bahasa Jawa yang kerap digunakan untuk menyambut hari-hari khusus, seperti Kelahiran Nabi Muhammad, bulan Syawal, Idul Adha dan Suro. Sedangkan Sudiro diambil dari nama jalan tempat perayaan itu digelar, yaitu Jalan Sudiroprajan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kawasan Sudiroprajan merupakan sebuah kelurahan di Kecamatan Jebres, Kota Solo yang dihuni oleh warga Peranakan (Tionghoa). Mereka sudah puluhan tahun menetap dan tinggal berdampingan dengan masyarakat Jawa di sana.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya warga keturunan Tionghoa dan masyarakat Jawa setempat banyak yang menikah. Dari perkawinan itulah akhirnya muncul generasi baru, yang menunjukkan akulturasi. Untuk itulah diciptakan perayaan Grebeg Sudiro.

Grebeg Sudiro dilangsungkan sejak 15 Februari sampai 18 Februari mendatang, sehari sebelum perayaan Tahun Baru Imlek. Kemeriahan perayaan ini dapat Anda rasakan di kawasan Pasar Gede, Solo.

Ada banyak hal yang bisa disaksikan dalam perayaan Grebeg Sudiro. Anda dapat menyaksikan kesenian barongsai, tarian, pakaian tradisional, adat keraton sampai kesenian kontemporer yang digelar di sepanjang Jalan Sudiroprajan. Arak-arakan tersebut akan berhenti di depan Klenteng Tien Kok Sie, di depan Pasar Gede.

Puncak perayaan Grebeg Sudiro dilakukan dengan perebutan hasil bumi dan makanan yang disusun dalam bentuk gunungan. Tradisi rebutan ini didasari oleh falsafah jawa berbunyi "ora babah ora mamah" yang artinya "jika tidak berusaha maka tidak makan." Sedangkan bentuk gunung memiliki filosofi bahwa masyarakat Jawa senantiasa bersyukur pada Sang Pencipta.

Selain gunungan hasil bumi, gunungan Grebeg Sudiro juga ada yang disusun dari ribuan kue keranjang, kue khas orang Tionghoa saat menyambut Imlek. Gunungan itu diarak di sekitar Kawasan Sudiroprajan, diikuti dengan pawai dan kesenian Tionghoa serta Jawa.

Perayaan ini diakhiri dengan menyalakan lentera dan lampion berbentuk teko yang digantung dibatas gerbang Pasar Gede. Selain itu, penyalaan lampion juga dilakukan di tempat-tempat lainnya.

Grebeg Sudiro merupakan salah satu perayaan budaya di Indonesia yang menunjukkan keharmonisan antara etnis Jawa dan Tionghoa yang hidup dalam satu lingkungan. Meski mempunyai perbedaan, mereka tetap saling menghargai. Menjelang prosesi Grebeg Sudiro pun kedua etnis tersebut saling membantu mempersiapkan ritual syukur kepada bumi dan alam semesta ini.

(mer/mer)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER