Sering Memar dan Mimisan? Awas Gejala Penyakit Hemofilia

Nadi Tirta Pradesha | CNN Indonesia
Kamis, 16 Apr 2015 11:26 WIB
Hemofilia adalah kelainan langka yang terjadi ketika darah tidak bisa menggumpal seperti biasanya karena kekurangan protein pembekuan darah.
Penyandang hemofilia harus melakukan transfusi faktor konsentrat secara teratur (Thinkstock/Jochen Sands)
Jakarta, CNN Indonesia -- Munculnya memar dan lebam di kulit sering dianggap enteng karena biasa terjadi saat tubuh sedang lelah atau terbentur benda tumpul. Namun, jika memar juga disertai dengan mimisan dan perdarahan, ada baiknya Anda berkonsultasi ke dokter karena bisa jadi itu merupakan gejala hemofilia.

Hemofilia adalah kelainan langka yang terjadi ketika darah tidak bisa menggumpal seperti biasanya karena kekurangan protein pembekuan darah (faktor pembekuan). Karena kurangnya faktor pembeku darah, penyandangnya bisa mengalami pendarahan dalam waktu lama saat mengalami cedera.

Hemofilia sendiri terbagi menjadi dua, yaitu tipe A di mana penyandangnya tidak memiliki faktor pembeku VIII, dan tipe B yang tidak memiliki faktor pembeku IX.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari luar mungkin penyandang hemofilia seperti orang sehat pada umumnya, namun aktivitas fisik yang berat dapat menyebabkan pendarahan di tubuh mereka. Penyakit ini juga harus disandang seumur hidup dan membutuhkan biaya perawatan yang besar.

"Darah jika keluar dari pembuluhnya itu tidak mudah atau tidak bisa berhenti," ujar Prof. dr. Djajadiman Gatot, SpA (K) Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) pada konferensi pers memperingati Hari Hemofilia Sedunia yang jatuh pada 17 April.

Dilansir dari laman Mayo Clinic, tanda dan gejala hemofilia bervariasi, tergantung pada tingkat faktor pembekuan. Jika tingkat faktor pembekuan hanya berkurang sedikit, penyandangnya mungkin berdarah setelah operasi atau trauma. Namun jika kekurangannya terbilang parah, penyandangnya mungkin mengalami perdarahan spontan.

Tanda dan gejala perdarahan spontan antara lain: perdarahan yang tidak dapat dijelaskan dan berlebihan dari luka atau cedera, atau setelah operasi atau perawatan gigi; banyak memar besar atau dalam; perdarahan yang tidak biasa setelah vaksinasi; nyeri, pembengkakan atau sesak di sendi; darah dalam urine atau tinja; mimisan tanpa diketahui penyebabnya; pada bayi, iritabilitas yang tidak dapat dijelaskan.

Sedangkan tanda dan gejala hemofilia darurat meliputi: nyeri mendadak; pembengkakan dan kehangatan dalam sendi-sendi besar, seperti lutut, siku, pinggul dan bahu, dan otot lengan dan kaki; sakit kepala yang menyakitkan dan berkepanjangan; muntah berulang; kelelahan ekstrem; nyeri leher; dan penglihatan ganda.

Berbicara di Double Tree Hotel pada (15/4), Djajadiman menyatakan, "Bagi pasien dan keluarga perlu mendapatkan pengetahuan yang mendalam agar mereka memahami betul dan mengerti bagaimana menghadapi penyakit ini.”

Menurutnya pengobatan hemofilia sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, terutama penyandang hemofilia yang masih anak-anak karena harus menerima transfusi faktor konsentrat secara teratur.

"Penyandang sebagai SDM sulit mendapatkan pekerjaan. Asuransi juga menolak karena penyakit ini herediter. Tidak dapat lagi cover asuransi. Padahal mereka bisa beraktivitas seperti manusia normal," kata Djajadiman.

DR. dr. Tubagus Djumhana Atmakusuma, SpPD-KHOM, Ketua Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI) menambahkan, "Mereka bukan penderita, bukan pengidap, tapi penyandang. Harapan kita pemerintah dapat membantu mendiagnosis di luar anggota HMHI."

Penyandang hemofilia di Indonesia pun tidak sedikit. Data HMHI menyatakan bahwa terdapat 1.025 pasien yang terdiagnosa dari 25.000 orang yang diperkirakan mengidap hemofilia. Sementara itu tingkat kesadaran masyarakat terhadap hemofilia tergolong rendah.


(mer/mer)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER