Gajah Oling, Makna Mendalam Batik Khas Banyuwangi

Utami Widowati | CNN Indonesia
Jumat, 08 Mei 2015 13:42 WIB
Tour de Banyuwangi Ijen tak hanya diisi dengan berbagai pentas seni khas Banyuwangi, ada juga pameran produk kerajinan. Salah satunya adalah batik.
Para pengrajin batik khas Banyuwangi yang masih mempertahankan motif-motif tradisionalnya (CNN Indonesia/Utami Widowati)
Banyuwangi, CNN Indonesia -- Sebuah event wisata besar yang hingga kini masih rutin diadakan di Banyuwangi adalah balap sepeda Tour de Banyuwangi Ijen.

Menariknya, ajang yang tahun ini diadakan pada 6-9 Mei 2015 tidak hanya menjadi ajang bagi atlet sepeda untuk adu kuat dan strategi menaklukkan kelokan-kelokan curam di Gunung Ijen Jawa Timur, tetapi juga sebagai ajang untuk mempromosikan budaya dan produk kerajinan masyarakat.

"Tujuannya kan memang seperti itu. Ajang ini juga sekaligus untuk memajukan UMKM supaya lebih maju," kata Azwar Anas, Bupati Banyuwangi usai penyerahan hadiah untuk etape kedua di Alun-alun Blambangan, Banyuwangi, Kamis (7/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Segala sesuatu kalau bisa dikemas dengan baik, tentunya hasilnya akan sangat membanggakan," kata Sandiaga Uno pebisnis yang turut hadir ke Banyuwangi dan mendampingi Bupati.

Maka tak heran jika di seputar panggung tempat penyerahan hadiah olahraga, selain diisi dengan berbagai pentas tari-tarian khas Banyuwangi seperti tari Gandrung, ada juga pameran berbagai produk kerajinan khas Banyuwangi. Salah satunya adalah batik.

Tatsaka misalnya adalah produk batik yang mengklaim diri sebagai produsen batik khas Banyuwangi. Di antaranya adalah batik Tatsaka, Nozzah Batik dan Salsa Batik.

"Orang bilang batik Banyuwangi itu ciri khasnya ada di pewarnaan yang cerah," kata Nungki Nurlaili Indriani (18), kerabat Edy Fitriyanto pemilik batik Tatsaka.

Warna dasar batik khas Banyuwangi adalah merah, kuning dan hitam. Meski kini warna-warna itu semakin luas hingga ke warna-warna cerah lainnya. "Cuma memang kalau yang jenisnya batik tulis warnanya sedikit turun akhirnya," kata Nungki menjelaskan bahwa batik Banyuwangi bisa dibuat dengan tulis, cap dan print, di atas kain katun dan sutra

Ciri khas kedua yang 'wajib' ada pada batik Banyuwangi adalah motif Gajah Oling. "Ini memang seperti ikon khas Banyuwangi. Bentuknya seperti tanda tanya. Jadi kalau dipakai bagian tanda tanya harus berada di bagian atas," kata Nungki.

"Gajah oling filofosinya diambil dari gajah karena inilah bentuk hewan yang paling besar. Sementara oling dalam bahasa Osing berarti mengingat atau eling. Jadi gajah oling berarti, kita wajib untuk selalu mengingat yang Maha Besar," kata Nungki menjelaskan.

Di Tatsaka dalam satu bulan kala cuaca cerah total bisa menghasilkan 150 potong dari berbagai jenisnya. Meski yang paling banyak adalah batik jenis tulis dan cap.

"Di kami batik semi lukis berkisar antara harga Rp 80 ribu. Batik tulis 200 ribu ke atas dan yang di atas kain sutra seharga Rp 500 ribu ke atas," kata Nungki.

Seperti halnya di sentra-sentra batik lainnya, batik Banyuwangi juga menghadapi tantangan akan merajalelanya batik printing yang dibuat dengan mesin dan bisa dibuat secara masal.

"Sementara untuk membuat batik cap minimal 5 hari, batik tulis lebih lama lagi," kata Nungki.

Untungnya, seperti dijelaskan Nungki, pihak Pemda juga mulai membatasi peredaran batik printing. Cara ini dirasa cukup baik untuk mencegah penurunan citra baik dari batik Banyuwangi secara keseluruhan.

"Di kami juga regenerasi terus dilakukan seperti meski pengrajin batik yang tua-tua masih ada walau saat ini sedang off, anak-anak SD sepulang sekolah juga mulai mempelajari batik," kata Nungki yang juga jago membatik ini.

Batik Banyuwangi tak mau disebut jago kandang. Salah satu caranya adalah dengan sering mengikuti pameran di beberapa daerah lain. "Kami seringnya menggelar di Malang dan Surabaya. Tapi bulan tiga kemarin kami sempat sampai di Jakarta Convention Center," kata Nungki.

Tak hanya dijual dalam bentuk lembaran yang khas, batik Banyuwangi juga dijual dalam bentuk udeng atau ikat kepala khas Banyuwangi.

"Dulu udeng Banyuwangi memang hanya selembar kain," kata seorang pria yang menunggui lapak batik Nozzah. Tapi kini dibuat lebih instan bisa dipakai seperti topi yang tinggal diikat di bagian belakang.


(utw/mer)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER