Jakarta, CNN Indonesia -- Suasana sejuk dan gemuruh suara air yang jatuh menimpa air lain di bawahnya sudah terbayang di benak saya ketika mobil yang saya tumpangi masih terombang-ambing di jalan yang agak rusak.
Pagi itu, saya dan rombongan sedang berangkat menuju ke salah satu kawasan wisata di kaki Gunung Salak, Curug Cigamea. Curug, atau dalam Bahasa Indonesia disebut air terjun, Cigamea berada di Desa Gunung Sari, Pamijahan, Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat.
Jaraknya sekitar 30 kilometer dari Kota Bogor. Kami butuh waktu hampir tiga jam untuk sampai tujuan. Maklum, mengingat jalan yang agak rusak dan lalu lintas yang cukup padat. Padahal waktu itu belum musim liburan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesampainya di sana, mobil yang kami tumpangi parkir di sebuah lahan kosong. Beberapa orang bingung, tidak tahu di mana letak air terjun atau setidaknya pintu masuk ke tempat tujuan.
Ternyata kami harus menuruni beberapa anak tangga dulu baru menemukan gerbang masuk ke Curug Cigamea. Pintu masuknya hanya terbuat dari gapura dengan beberapa petugas tiket, dari warga sekitar, yang berjaga.
Tak sabar merasakan percikan kesegaran air terjun, kami pun bergegas. Tak disangka, rute jalan yang harus kami tempuh menuju Curug Cigamea cukup panjang.
Kami juga harus menuruni anak tangga yang terbuat dari batu-batu yang sebenarnya sudah dibuat jalur yang nyaman. Di tengah perjalanan, seorang dalam rombongan pun berpikir, "Ini berangkatnya enak turun, nanti pulangnya bagaimana ya?"
Namun, apa guna memikirkan sesuatu yang belum terjadi. Biarlah masalah nanti kita pikirkan nanti. Yang penting sampai dulu ke air terjun.
Selain rimbunnya pepohonan, di sekitar jalur menuju curug terlihat beberapa rumah dan gubuk. Ada yang menjual jasa pijat kaki, sampai refleksi ikan. Ada juga yang menjual celana untuk bermain basah-basahan maupun menjual makanan.
Tapi, sepertinya lebih banyak gubuk kosong tak terawat. Sungguh disayangkan. Seharusnya gubuk ini bisa digunakan warga meraup rupiah dengan membuat kreasi suvenir khas Gunung Salak misalnya. Apa saja daripada dibiarkan kosong.
Atau mungkin karena bukan musim liburan makanya banyak gubuk yang kosong. Entahlah.
 Anda juga akan melalui beberapa anak tangga di rute menuju air terjun. Jalur ini tampak mudah ketika hendak berangkat menuju lokasi air terjun tapi berubah menjadi sulit ketika ingin pulang karena rutenya menanjak. (CNN Indonesia/ Tri Wahyuni) |
Disambut gerombolan monyetSelain itu, di rute perjalanan menuju curug Anda bisa bertemu dengan kawanan monyet. Tapi, hati-hati karena monyet di sini masih liar.
Saya sempat menyaksikan mereka bergerombol melintasi rute jalan dan melompat-lompat serta bergelantungan di pohon. Ada juga yang bertengkar.
Sampai akhirnya seorang warga lokal datang mengusir mereka karena melihat saya ketakutan. "Ini masih liar. Kalau ada yang bawa makanan suka direbut," kata bapak yang menggunakan sepatu boots itu sambil berlalu.
Saya kembali melanjutkan perjalanan. Benar-benar kejutan yang di luar dugaan karena tidak ada yang memberitahu sebelumnya kalau di kawasan ini masih ada sekawanan monyet liar.
Jantung saya masih berdegup cepat, dan kaki agak lemas, tapi perjalanan harus dilanjutkan. Saya sempat tertinggal rombongan karena dihadang sekawanan monyet, tapi akhirnya berhasil sampai tujuan.
Perasaan tegang dan lelah seketika luntur melihat air terjun jatuh ke bumi. Kawasan ini ternayta memiliki dua air terjun sekaligus. Lantas mana yang bernama Cigamea?
Curug Cigamea yang memiliki ketinggian sekitar 30 meter, ternyata yang letaknya lebih dekat dengan jalan. Air merambat jatuh di batu alam hitam yang kokoh, menciptakan efek memesona. Di bawah curug terhampar bongkahan batu-batu kali raksasa yang hitam pekat.
Sementara, curug lainnya, yaitu Cimudal berada sekitar 30 meter dari Curug Cigamea dengan ketinggian 40-45 meter. Karakteristiknya pun berbeda. Curug Cimudal terlihat memiliki volume air lebih banyak.
 Anda bisa menikmati segarnya percikan air terjun dengan duduk di batu-batu yang ada di sekitar area air terjun. Tapi hati-hati jangan sampai melewati garis batas melintas. (CNN Indonesia/ Tri Wahyuni) |
Dilarang melintasi garis batas Sayangnya air sungai curug ini cukup dalam sehingga bahaya jika seseorang nekat berenang di situ. Pihak pengelola pun memasang garis batas dengan menggunakan tali rafia dan papan peringatan agar tak melintas garis batas karena membahyakan nyawa.
Alhasil pengunjung cukup menikmati air terjun dengan duduk di batu sekitar air terjun, sambil sesekali bermain air karena larangan untuk berenang.
Meski tak melintasi garis batas, Anda tetap harus waspada berwisata di sini. Pada akhir 2014 lalu, beredar kabar seorang wisatawan tewas di kawasan wisata ini.
Warga Pontianak tersebut meninggal akibat tertimpa batu yang jatuh dari area di atas curug. "Tiba-tiba ada batu dari atas. Enggak terlalu gede sih tapi namanya jatuh dari atas terus kena kepala, ya bisa meninggal juga," kata Ismanto bercerita.
Sebelum batu jatuh, memang sempat terdengar suara gemuruh. Ismanto tidak tahu mengapa batu itu bisa jatuh.
"Di sini kan ada juga monyet. Enggak tahu apa mereka menginjak batunya apa bagaimana," ujarnya. Tapi, Ismanto menegaskan kawasan ini punya petugas yang selalu mengawasi jika terjadi hal yang tak diinginkan.
Setelah dirasa cukup menikmati semilir angin dan percikan air terjun yang segar, Anda juga bisa beristirahat di gazebo yang disediakan. Pengelola kawasan wisata Curug Cigamea, Iswanto mengatakan di tempat ini ada beberapa fasilitas untuk pengunjung, seperti gazebo, aula, mushola, kamar ganti, dan toilet. "Kami sediakan 30 pintu toilet," kata Ismanto.
Untuk bisa menikmati pemandangan indah dan suasana segar di kawasan Curug Cigamea ini, Anda hanya membayar tiket masuk sebesar Rp 7.500 per orang. Kawasan ini dibuka mulai dari pukul 07.00 sampai 17.30.
Tapi, ketika musim hujan, pengunjung dilarang turun karena debit air kedua air terjun ini yang cukup besar.
 Di sekitar lokasi ini terdapat beberapa warung yang menyediakan makanan dan minuman. Anda pun dapat sekaligus bersantai di sini. (CNN Indonesia/ Tri Wahyuni) |
(win/mer)