Jakarta, CNN Indonesia -- Makanan goreng sudah menjadi gaya hidup orang Indonesia. Kurang lengkap rasanya jika makanan goreng tidak tersaji di meja makan setiap harinya.
Menurut pakar gizi dari Persatuan Dokter Gizi Klinik Indonesia, Fiastuti Witjaksono, kebiasaan ini sebenarnya baik jika asupan minyak setiap hari diperhatikan. Jika tidak, kebiasaan ini bisa jadi buruk.
"Indonesia memiliki kebiasaan makan goreng-gorengan. Sudah jadi tradisi. Harus diperhatikan berapa kandungan minyak dan lebih penting berapa kandungan minyak jenuhnya," ujar Fiastuti dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (13/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Fiastuti, lemak memang dibutuhkan oleh tubuh. Selain dalam bentuk padat seperti daging, kebutuhan tersebut juga dapat dipenuhi dengan asupan lemak cair, yaitu minyak.
Dalam satu hari, manusia membutuhkan sekitar 30 persen lemak dalam asupan nutrisi setiap harinya.
"Dari 30 persen tersebut, harus diperhatikan juga dari mana sumber lemak," kata Fiastuti.
Lemak sendiri, menurut Fiastuti, terbagi menjadi lemak jenuh, lemak trans, dan lemak tak jenuh. Komposisi asupan nutrisi terbaik dalam sehari adalah kurang dari tujuh persen lemak jenuh, kurang dari satu persen lemak trans, dan sisanya harus dipenuhi dengan lemak tak jenuh.
"Ini penting karena lemak jenuh itu jahat. Secara sederhana, lemak ini meningkatkan kolesterol, sedangkan lemak tak jenuh membantu mengurangi kolesterol," tutur Fiastuti.
Kandungan lemak dalam minyak sendiri tergantung bahan dasar. Minyak yang biasa digunakan di Indonesia adalah minyak kelapa sawit dan jagung.
"Minyak ini mengandung banyak lemak jenuh. Jika terlalu banyak dikonsumsi bisa menyebabkan penyumbatan pembuluh darah dan akhirnya menyebabkan serangan jantung dan stroke," kata Fiastuti.
Kendati demikian, Fiastuti menjabarkan ada minyak yang mengandung lebih banyak lemak tak jenuh. "Ini mungkin lebih aman, tapi di Indonesia itu kebiasaannya adalah deep frieding. Minyaknya banyak dan dengan suhu tinggi. Ini membuat lemak tak jenuh lebih cepat berubah jadi minyak jenuh. Sama saja bahayanya," papar Fiastuti.
Melihat dampak ini, Fiastuti menarik simpulan bahwa sebenarnya pemenuhan kebutuhan lemak dengan minyak sebaiknya tidak dilakukan dengan penggorengan. "Minyak dipakai saja untuk mengolah dengan menumis," kata Fiastuti.
(mer/mer)