Belitung Timur, CNN Indonesia -- Ngopi di warung kopi (warkop) sudah menjadi tradisi di Belitung. Sepanjang jalan, begitu mudah warkop ditemukan, terutama di Manggar, Belitung Timur yang mendapatkan julukan “1001 Warung Kopi”.
Sastrawan kelahiran Belitung Timur, Andrea Hirata berpendapat kebiasaan ngopi di warkop sudah menjadi bagian dari hidup penambang. “Orang kalau tidak mengerti budaya akan bilang orang Melayu pemalas karena menghabiskan waktu berjam-jam di warkop, padahal sebenarnya mereka ke warkop untuk cari informasi,” kata Andrea saat ditemui di Gantung, Belitung Timur, beberapa waktu lalu.
Berbeda dengan petani, penambang membutuhkan lebih banyak kawan untuk melakukan aktivitasnya. “Para penambang tersebut mencari kongsi, karena kalau tidak ada kawan maka mereka tidak akan ada tenaga melakukan penambangan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apabila sudah menemukan lokasi tambang timah dan mendapatkan kawan, jelas Andrea, maka para penambang tersebut akan memaksimalkan waktunya di lokasi tambang. “Dari pagi sampai malam mereka akan menambang timah, dan itu berisiko tinggi. Sudah jatuh banyak korban,” katanya.
Dewasa ini, warkop di Belitung masih ramai dikunjungi warga, meski mereka bukanlah penambang. Manfaat warkop sebagai tempat mendapatkan informasi dan pekerjaan ternyata belum berubah. Asep (25), warga Tanjungpandan, Belitung, misalnya, mengaku banyak mendapatkan manfaat dari hasil ngopi di warkop.
“Yang tadinya tidak punya pekerjaan, bisa pulang bawa pekerjaan karena mengobrol di warkop,” kata Asep yang bekerja sebagai supir mobil untuk pariwisata kepada CNN Indonesia.
Kebiasaan ngopi di warkop sudah lekat dalam dirinya. Dalam sehari, Asep mengatakan ia ngopi di warkop sebanyak tiga hingga empat kali. Namun, ketika sudah mendapatkan pekerjaan, kebiasaan itu ia tinggalkan sejenak.
Berbeda dengan tradisi ngopi di kafe yang kini menjamuri kota besar, di Belitung tradisi ngopi masih cukup tradisional. Tempatnya masih berbentuk warung dengan bangku kayu panjang. Warkop di Belitung buka dari pagi hingga tengah malam. “Biasanya, buka sejak pukul 08.00 WIB hingga pukul 01.00 pagi bila pengunjungnya sedang ramai,” kata Asep.
Salah satu pengunjung dari Jakarta, Dyah Dwi Astuti mengatakan keistimewaan warkop Belitung terletak pada atmosfernya. “Di warkop Belitung, kesannya lebih merakyat. Pengunjung bebas saja kalau mau ngopi sambil angkat kaki di atas meja,” katanya.
Harganya pun, menurut Dyah, sangat murah. Untuk kopi tanpa susu kental manis, dipatok dengan harga Rp 4 ribu, sementara bila dengan susu kental manis dihargai Rp 5 ribu. “Padahal, kopinya sangat kental,” kata Dyah.
Dari segi rasa, Dyah mengatakan kopi Belitung terasa lebih pahit dibandingkan di Jakarta. “Yang spesial dari kopi di sini adalah cara dibuatnya, yaitu direbus,” katanya.
(mer)