Jakarta, CNN Indonesia -- Hingga saat ini kulit hewan masih menjadi primadona bagi berbagai aksesori berbusana. Mulai dari topi, ikat pinggang, tas, sepatu hingga perlengkapan berbusana lainnya.
Sementara itu berbagai keprihatinan terus disuarakan para aktivis lingkungan akan harus dibunuhnya hewan yang mensuplai kulit untuk aksesori itu.
Namun para ilmuwan memberikan janji yang cukup menyenangkan. Suatu saat kata mereka akan ada produk kulit hewan yang tak perlu diambil dengan membunuh hewan. Dengan perkembangan teknologi kulit ‘hewan’ ini ibarat dunia fesyen berubah jadi vegetarian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perusahaan yang sedang meneliti materi ini adalah Modern Meadow yang berasal dari Brooklyn. Mereka mengembangkan kulit hewan dari sel hewan yang langsung dikultur, tanpa perlu beternak hewan secara keseluruhan.
Jika berhasil mereka akan bisa menghasilkan kulit hewan dengan tekstur mirip dengan aslinya seperti yang disukai para pencinta fesyen tanpa merasa bersalah.
“Ini adalah konsep menarik yang sedang dikerjakan,” kata Steven Lange, direktur dari Leather Research Laboratory di University of Cincinnati, pada Today.
“Saya pikir ini akan menjadi perkembangan menarik di masa depan, terutama jika konsumsi daging semakin berkurang di masa depan, dan permintaan akan bahan kulit malah meningkat.”
Kulit hewan yang dibuat di laboratorium itu, bertolak belakang dari kulit hewan yang biasa didapat dari peternakan, diramalkan suatu saat akan mengubah cara kita berbelanja.
Salah satu dari masalah besar dari industri kulit adalah bahwa penawaran tidak sesuai dengan permintaan. Konsumen semakin sedikit yang makan daging, sehingga semakin sedikit hewan yang tersedia. Namun permintaan akan aksesori fesyen dari kulit tidak berkurang.
“Faktanya, permintaan akan aksesori fesyen dari kulit malah makin meningkat,” kata Lange.
Namun meski produk dari Modern Meadows ini suatu saat nanti bisa mengisi kesenjangan itu, Lange tidak berpikir produk ini bisa menggantikan produk kulit dari hewan yang diternakkan dalam waktu dekat.
“Saya lebih berpikir produk ini sebagai suplemen,” kata Lange.
Lange melihat sebagian dari daya tarik bahan kulit adalah variasinya juga. Banyak orang yang menilai keindahan kulit hewan justru dari yang tersembunyi, mungkin dari cedera di kulit yang didapat hewan dari tempat tinggalnya.
“Juga rasa kulit saat Anda memegangnya, menekuknya, bagaimana permukaan kulit terasa di tangan Anda, saya belum tahu bagaimana kulit yang dibuat di laboratorium itu dibuat seperti itu. Jika Anda buat lapisan-lapisan seperti kulit hewan asli apakah bisa menekuk sama?”
Mungkin memang terlalu cepat untuk mengatakan bagaimana nanti hasilnya. Karena penelitian masih perlu banyak waktu. Modern Meadow masih harus melakukan banyak penelitian dan pengembangan bernilai jutaan dolar, hingga menolak memberikan wawancara langsung tentang materi ini.
Mereka hanya mengatakan pengembangan kulit imitasi itu akan berlangsung dengan mengembangkan sel otot dan kulit untuk kemudian dikembangkan menjadi kulit dan makanan yang dikultur tanpa benar-benar membantai hewannya.
Industri kulit sering kali di kritik karena dampak buruknya terhadap lingkungan, mulai dari pembuangan limbah kimia selama prosesnya hingga kebutuhan akan lahan dalam pengembangannya.
“Bahkan altenatif produk seperti pleather atau plastik leather— yang intinya adalah plastik juga menyebabkan polusi,” kata Lange. Sementara kulit yang dikembangkan di laboratorium dijanjikan akan lebih sedikit membutuhkan lahan, energi dan zat kimia.
Analis dunia retail, Virginia Morris mengatakan konsep kulit dari laboratorium ini mirip dengan gaya hidup vegetarian. Mereka yang peduli akan sumber makanan, dari mana, bagaimana dibuat dan efek proses produksi terhadap lingkungan.
Tetap saja kesukaan manusia akan kulit hewan mungkin tak sepenuhnya bisa dipenuhi oleh kulit hewan sintesis ini. “Pikirkan tentang kulit sebagai lapisan furnitur, tempat duduk mobil dan pakaian,” kata Morris.
Kemunculan kulit sintetis dari laboratorium ini justru dianggap Morris paling mengungtungkan dunia fesyen. “Para perancang akan punya pilihan lebih banyak dengan jenis warna yang sesuai dengan keinginan mereka, ketebalannya, hingga harga kulit,” kat Morris.
Baik Morris maupun Lange berharap laboratorium pembuat kulit ini akan punya dampak besar pada harganya kelak. Apalagi proyeksi mereka nanti awalnya hanya menutup kesenjangan antara permintaan dan penawaran itu. Lange memperkirakan produk itu akan lama sampai tahap sempurna.
“Mulai dari ketebalannya, seratnya, bagaimana serat kulit itu bisa merenggang, mereka harus mempelajarinya dari hewan,” kata Lange. “Saya sungguh-sungguh tak mengerti bagaimana laboratorium ini akan melakukannya. Mungkin perlu waktu 15-20 tahun ke depan?”
(utw/utw)