Pria 'Haus' Tampil Gaya, Barbershop Menjamur

Dedy Sofan Abrial | CNN Indonesia
Minggu, 13 Des 2015 20:37 WIB
Mengadopsi bisnis Amerika, tukang cukur rambut kini pindah dari bawah pohon ke mal. Mereka pun menyajikan berbagai servis yang makin membuat gaya.
Barbershop kian menjamur di Indonesia. (REUTERS/Kai Pfaffenbach)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dahulu, pria hanya perlu datang ke tukang cukur bawah pohon untuk memangkas rambut. Kini, bawah pohon sudah bukan lagi tempat bercukur. Para pemangkas rambut sudah berbondong-bondong "pindah lapak" ke mal.

Namanya pun bukan lagi tukang cukur. Mereka bertransformasi menjadi lebih modern dengan hanya mengganti nama menjadi bahasa Inggris: barbershop. Inilah tempat para pria masa kini mendapat gaya rambut impian.

Barbershop naik kelas. Bukan hanya dari segi kuantitas, tetapi juga kualitas. Alatnya tak sekadar gunting dan silet. Ia juga menggunakan pencukur elektronik, bahkan minyak rambut pemulus gaya trendi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kelamaan, barbershop yang ada pun membentuk karakter dan kelasnya sendiri. Dengan bercokol di mal, ia melayani pria "berkelas." Barbershop pun bersolek. Ia didesain khusus memenuhi kebutuhan grooming pria. Pangkas rambut, menata gaya, sampai memermak jenggot, semua dilayani.

"Sehingga wajar saja untuk harga dari jasa yang diberikan lebih mahal, karena mampu memfasilitasi apa kebutuhan dan maunya pria dalam hal hairstyling. Tidak perlu lagi pria masuk salon untuk mendapatkan gaya yang diinginkan," kata Nick The Barbership, perwakilan Indonesia Barbershop Association (IBA) di Jakarta, Sabtu (12/12) kemarin.

Nick melihat barbershop menjamur di Indonesia sejak 2011. Kemunculan itu terinspirasi dari banyaknya barbershop di Amerika, kiblat industri dan profesi.

Barbershop hadir di saat yang tepat. Di luar konsep unik dan menyamankan pengunjung yang diusungnya, pria di Indonesia memang sudah lama "haus" tempat grooming yang khusus untuk mereka, dan servisnya layak.

Namun, lanjut Nick, strategi dan konsep yang ada di Amerika tidak bisa serta-merta dibawa langsung ke Indonesia. Ia harus dikombinasikan dengan budaya setempat.

"Pijat setelah bercukur, itu tidak ada di Amerika. Hanya di kawasan Asia yang populer menghadirkan layanan itu," Nick memberi contoh. Bukan hanya soal pelayanan, bisnis barbershop di kedua negara pun berbeda.

Di Indonesia, pemilik barbershop didominasi oleh kalangan pebisnis. Sementara di Amerika, pemiliknya langsung para barberman. Tak hanya menyokong dana, mereka juga bisa terjun melayani konsumen karena memang berkemampuan memangkas rambut pria.

Sebagai pengurus IBA, Nick tidak ingin barbershop di Indonesia sekadar jadi bisnis belaka. Ia berniat mengumpulkan pengusaha sekaligus barberman untuk bertukar ilmu demi meningkatkan pelayanan serta mutu berbagai produk yang digunakan.

Ia menambahkan, pihak ke-tiga pun dibutuhkan untuk menjaga perkembangan barbershop tetap stabil meski bersaing. Ia mendorong banyaknya acara kompetisi atau penghargaan untuk barbershop dan barberman, pun produsen produk grooming pria. (rsa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER