Jakarta, CNN Indonesia -- Pada akhir 2014 lalu, Pasar Santa di Jakarta Selatan tiba-tiba menggemparkan warga setelah sempat 'mati suri' selama tujuh tahun itu, muncul dengan wajah baru yang mengundang rasa penasaran orang.
Kios-kios yang menawarkan barang-barang yang biasanya tidak ditemukan di pasar memenuhi seluruh isi pasar. Mulai dari kaset, CD, vinyl, hingga barang antik dan makanan unik.
Semua berlomba untuk merebut perhatian pengunjung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para pemilik kios yang kebanyakan anak muda juga seolah meniupkan semangat dan nafas baru bagi Pasar Santa. Magnet kreativitas mereka dalam berdagang, akhirnya menarik kaum muda untuk ikut bergabung dalam euforia tersebut.
Dalam waktu singkat, Pasar Santa pun menjelma menjadi tongkongan favorit anak muda di Jakarta.
Begitu fenomenal sehingga sejumlah tokoh penting pun pernah mengunjungi Pasar Santa.
Mereka adalah Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, mantan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, dan Menteri Perdagangan Thomas Lembong.
Sayangnya, euforia itu tidak berlangsung lama.
Belum genap satu tahun berjaya, sinar ketenaran Pasar Santa yang memiliki 1.151 kios ini tampak mulai meredup setelah banyak toko yang tutup.
Pengunjung pun mulai sepi, meski tidak hilang sama sekali.
Pemilik Laidback Blues Record Store bernama Samson mengakui kalau Pasar Santa semakin sepi pengunjung, meski itu tidak berlaku pada tokonya karena kebanyakan penggemar musik adalah pelanggan setia.
Samson menilai ada dua hal yang membuat pamor Pasar Santa meredup. Pertama kenaikan harga sewa, dan kedua karena proyek pembangunan jalan layang yang melintas dari Jalan Kapten P. Tendean hingga Wolter Monginsidi.
"Gara-gara harga sewa naik, banyak kios yang tutup. Naiknya sempat sampai 16 juta per tahun kemarin. Tapi, sekarang sih sudah katanya mau diturunin lagi sekitar Rp6 juta sampai Rp8 juta per tahun," kata Samson saat berbincang dengan CNN Indonesia di Pasar Santa, Jakarta, Sabtu (26/12).
Penjelasan Samson ini juga dibenarkan oleh Rezky.
Dulu, laki-laki bertubuh gempal itu sempat menyewa salah satu kios yang terletak di lantai paling atas Pasar Santa dan membuka toko furniture khusus untuk kebutuhan musik, seperti rak vinyl.
Tetapi harga sewa yang melonjak drastis membuat Rezky hengkang dari Pasar Santa.
"Harga sewanya naik, waktu buat jaga toko juga kurang, jadi saya tutup. Sayang juga dengan uang sewa yang mahal saya cuma buka dua sampai tiga kali sebulan," ujar Rezky yang sebelumnya hanya membayar uang sewa Rp3 juta per tahun.
Ketenaran Pasar Santa di kalangan anak muda membuat manajemen kompleks perdagangan ini lupa daratan.
Tanpa perhitungan yang matang, mereka menaikkan angka sewa sampai belasan juta rupiah untuk satu tahun. Naik lima kali lipat dari awal sewa sebesar Rp3 juta rupiah.
Akhirnya, sebagian penyewa kios memilih pindah dan sebagian lagi tetap bertahan.
Suasana Pasar Santa pun kembali berubah. Begitu banyak toko yang tutup membuat Pasar Santa tak lagi semeriah dulu.
Optimistis Populer LagiTetapi, ketika begitu banyak penyewa toko memutuskan untuk pergi ada beberapa orang memutuskan untuk menyewa kios di Pasar Santa.
Salah satunya adalah Brian Ardianto, pemilik kedai Swing Your Day.
Brian bersama rekan bisnisnya mengaku membayar yang sewa Rp16 juta untuk satu tahun yang dianggap terjangkau dibandingkan tempat lain seperti mal atau pinggir jalan.
Selain itu, dia juga menganggap pengunjung pasar ini adalah target pasar bisnis mereka, yaitu sayap goreng tepung yang disajikan dengan beragam bumbu.
"Kalau dibandingkan di mal, masih jauh lebih murah. Yang biasa banget saja, seperti Mal Ambassador atau ITC yang island di tengah ukuran 1,5x1,5 meter bisa 8-10 juta per bulan," kata Brian.
Kepala Pasar Santa Bambang Sugiarto mengaku paham benar dengan harga sewa kios di Pasar Santa yang tinggi.
Saat berbincang dengan CNN Indonesia, Bambang mengatakan sekitar 20 persen penyewa kios angkat kaki karena harga sewa yang tinggi itu.
Bambang mengatakan kondisi ini tidak dalam kendali pengelola pasar karena semua kios di Pasar Santa dimiliki oleh pihak lain yaitu individu dan pengembang.
 Pasar Santa menawarkan berbagai kios dengan dagangan alternatif seperti toko musik independen. (CNNIndonesia.com/Fadli Adzani) |
Pihak pengelola pasar pun tidak bisa berbuat apa-apa karena harga sewa ditentukan oleh para pemilik kios.
"Pasar Santa sempat ramainya luar biasa. Pengunjungnya dari dalam dan luar negeri ada. Pengunjungnya mungkin kaget, main naikin sewa saja," kata Bambang.
"Tapi akhirnya mereka mungkin sadar kalau harganya terlalu tinggi, Alhamdulillah sekarang bisa dikisaran angka Rp7 juta. Kami kan cuma mengimbau, artinya tidak bisa memaksa karena itu haknya pemilik."
Bambang mengatakan dampak harga sewa yang turun mulai terlihat karena banyak calon penyewa kios yang berdatangan.
Bambang pun berperan dengan mengantarkan mereka langsung untuk melihat-lihat kios dan mempertemukan dengan pemilik kios.
Ia percaya, kejayaan Pasar Santa akan kembali lagi seiring dengan waktu karena pasar ini sudah memiliki modal yang kuat. Popularitas di kalangan anak muda.
"Saya sangat optimistis. Kita sudah populer tinggal memupuk saja, memoles. Tinggal kita mengemasnya sebagai pasar yang unik dengan komunitas anak-anak muda di dalamnya," ujar Bambang.
(yns)