Jakarta, CNN Indonesia -- Kabar kepergian selamanya Edhi Sunarso pada Senin (4/1) pukul 22.53 WIB di Yogyakarta mengingatkan akan rentetan daftar karya-karyanya yang berdiri membisu di seantero Indonesia. Mereka terdiam, namun menceritakan keabadian koleksi karya pematung yang menjadi salah satu pematung andalan Soekarno ketika membangun Indonesia di masa awal.
Patung atau pun monumen karya Edhi Sunarso ini sudah akrab dalam kehidupan masyarakat tempatnya berada. Mereka menjadi ikon, penghias sudut kota, pengingat sejarah, bahkan menjadi objek wisata andalan setempat.
 Monumen Selamat Datang karya Edhi Sunarso di tengah Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa, 5 Januari 2016. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
1. Patung Selamat Datang, Jakarta
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Patung sepasang pria dan wanita ini adalah karya Edhi yang paling dikenal masyarakat. Dibangun atas inisiasi Bung Karno dalam menyambut peserta Asian Games IV ketika Jakarta menjadi tuan rumah pertama kalinya ajang olahraga tertinggi di Asia tersebut pada 1962.
Mengetahui Jakarta akan menjadi tuan rumah Asian Games dan kedatangan berbagai pihak dari luar negeri, Bung Karno dengan semangat memanggil Edhi ke Istana dan meminta pematung asal Yogyakarta itu membuat patung perunggu setinggi sembilan meter yang melambangkan kejayaan bangsa Indonesia.
Semula Edhi sempat menolak, namun dengan sindiran semangat Bung Karno, Edhi pun menyanggupi proyek perunggu perdananya itu. Patung yang disebut ‘Patung Selamat Datang’ itu menampilkan sosok laki-laki dan perempuan dengan posisi berdampingan. Keduanya ditempatkan di atas pedestal berbentuk dua tiang kaki setinggi 20 meter tepat di tengah-tengah Bundaran Hotel Indonesia (HI). Rencana tinggi patung semula yang sembilan meter, dipangkas oleh Edhi menjadi enam meter karena dianggap terlalu besar saat itu.
Ekspresi kedua patung tersebut berseri dengan tangan kanan keduanya terangkat ke atas seolah menyambut dan tangan kiri sang wanita menggenggam seikat bunga. Keduanya melambangkan keramahan, kesetaraan laki-laki dan perempuan, serta mewakili citra bangsa Indonesia yang beradab.
Kini, Patung Selamat Datang menjadi salah satu simbol dari ibukota Indonesia. Letak patung yang berada tepat di tengah-tengah Jakarta dan pusat bisnis, menjadi daya tarik siapapun, mulai dari wisatawan lokal serta mancanegara. Patung ini pun menjadi latar belakang foto paling populer, dari merayakan berbagai acara seperti tahun baru, ulang tahun Jakarta, bahkan aksi demo.
2. Patung Pembebasan Irian Barat, JakartaBung Karno tampaknya puas akan kerja Edhi. Selesai membangun Patung Selamat Datang, Bung Karno meminta Edhi untuk membuat sebuah patung dengan latar kisah perjuangan membebaskan Irian Barat dari tangan Belanda. Perjuangan Indonesia membebaskan Irian Barat tercetus melalui pidato Bung Karno di Yogyakarta pada pertengahan 1962, yang dikenal dengan Tiga Komando Rakyat, atau Trikora.
Ide Bung Karno untuk membuat patung melambangkan pembebasan Irian Barat, atau yang sekarang dikenal dengan Papua, dari Belanda diterjemahkan dalam bentuk sketsa oleh Henk Ngantung, Gubernur DKI Jakarta saat itu. Sketsa menggambarkan sosok seorang pemuda yang dengan perkasa melepaskan diri dari belenggu rantai. Sosok tersebut menggambarkan solidaritas sesama bangsa Indonesia yang membantu membebaskan Papua dari tangan Belanda setelah perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan Kerajaan Belanda memutuskan menyelesaikan sengketa Papua.
Lokasi yang dipilih adalah Lapangan Banteng, Jakarta Pusat untuk patung setinggi sembilan meter dengan keseluruhan adalah sebelas meter. Lapangan Banteng dipilih karena luas dan merupakan pintu gerbang dari tamu yang tiba mendarat di Bandara Kemayoran saat itu. Patung ini memakan waktu satu tahun pembuatan dengan tinggi tiang mencapai 20 meter.
 Patung Dirgantara yang juga dikenal sebagai Patung Pancoran, karya Edhi Sunarso, Selasa 5 Januari 2015. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
3. Patung Dirgantara, JakartaBersama dengan Patung Selamat Datang dan Patung Pembebasan Irian Barat, Patung Dirgantara adalah salah satu mahakarya Edhi yang disebut 'Tiga Monumen'. Tiga patung inilah yang semangat pembuatannya karena ide menggelora Bung Karno untuk membuat Jakarta, ibukota Indonesia, memiliki kebanggaan berupa monumen sekaligus penarik batas perbedaan masa lalu dan masa depan.
Patung Dirgantara ini bermula dari niat Bung Karno untuk mengenang para pejuang kedirgantaraan Indonesia pada 1964. Kembali Bung Karno menunjuk Edhi untuk membuat karya imajinasi Presiden pertama Indonesia tersebut. Semula Edhi merasa kebingungan dengan ide Bung Karno dan tak menemukan bentuk patung yang tepat.
Di tengah kebuntuan imajinasi Edhi, Bung Karno mengingatkan akan sosok Gatot Kaca yang merupakan tokoh pewayangan yang dapat terbang dan kuat. Bung Karno mengingatkan Edhi bahwa Indonesia meski belum dapat membuat pesawat terbang dan pesawat tempur saat itu, namun tetap berani menerbangkannya. Modal keberanian itulah yang ingin Bung Karno tonjolkan melalui patung ini.
Patung Dirgantara pun digarap Edhi. Dengan model dari Bung Karno sendiri yang bersedia berpose untuk memberikan ilham kepada sang pematung, Edhi membuat sosok Gatot Kaca yang tengah berpijak dan mecoba menerbangkan pesawat melalui tangan kanannya ke udara. Semula, ide Bung Karno adalah pesawat digenggam Gatot Kaca, namun Edhi merasa bahwa seolah pesawat menjadi mainan Gatot Kaca, maka ide Bung Karno pun dimodifikasi.
Namun sayang, patung yang didirikan tepat di perempatan Pancoran dan di kawasan Markas Besar TNI Angkatan Udara tersebut adalah patung yang tak pernah selesai dibuat. Model awal berupa Gatot Kaca yang tengah menerbangkan pesawat, tak pernah terwujud karena Edhi kehabisan dana untuk membangunnya.
Uang yang diberikan Bung Karno hasil dari menjual mobilnya pun hanya cukup membangun hingga sosok sang Gatot Kaca, tanpa pesawat. Hingga meninggalnya Bung Karno, patung ini menjadi satu-satunya yang tak selesai dan tak dapat diresmikan oleh Sang Proklamator.
 Monumen Pancasila Sakti karya Pematung Alm Edhi Sunarso, di Lubang Buaya, Jakarta, Selasa, 5 Januari 2016. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
4. Diorama Lubang Buaya, JakartaSelepas pembuatan Patung Pembebasan Irian Barat, Bung Karno menunjuk Edhi untuk membuat diorama dengan modal empat jilid buku sejarah yang telah disusun oleh 23 sejarawan. Keputusan tersebut sempat membuat pesimis Edhi karena ia tidak mengetahui dan melihat diorama dalam hidupnya. Keputusan Bung Karno memang terbilang nekat. Namun ia melakukan ini setelah tim yang terdiri dari 18 orang ditolak ide diorama yang mereka ajukan ke Bung Karno. Ide diorama tersebut ditolak Sang Proklamator dan kalangan sejarawan karena dianggap kurang merepresentasikan sejarah.
Proyek diorama yang sulit dan memiliki banyak tahapan yang mendetil membuat Edhi jenuh. Namun modal semangat dari Bung Karno membuatnya bertahan. Tetapi sayangnya, diorama ini harus ia lepas karena di saat yang bersamaan Bung Karno menunjuknya sebagai pembuat Patung Dirgantara dan menginginkan patung tersebut segera selesai.
5. Monumen Tugu Muda, SemarangMonumen yang menjadi simbol dari Semarang ini merupakan salah satu karya awal Edhi dan mengantarkan ia bertemu dengan Bung Karno. Meskipun Tugu Muda ini dibangun oleh Hendra Gunawan dan Salim, namun Edhi terlibat menjadi koordinator pelaksananya.
Tugu ini dibangun untuk mengenang peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang, namun pada November 1945 meletus perang melawan Sekutu dan Jepang sehingga proyek ini tertunda dan baru dikerjakan kembali pada 1951. Tugu ini sendiri memiliki relief
Hongerodeem yang menggambarkan kehidupan rakyat Indonesia pada era Belanda. Lalu ada relief pertempuran, penyerangan, korban, dan kemenangan.
Tugu Muda diresmikan oleh Bung Karno pada 20 Mei 1953. Desain tugu dikerjakan oleh Salim, dan relief pada tugu dikerjakan oleh Hendra Gunawan. Sedangkan batu yang digunakan merupakan batu luapan Gunung Merapi yang diambil dari Kaliurang, dan juga Paker.
6. Diorama Museum Pahlawan 10 November, SurabayaMuseum Pahlawan 10 Nopember merupakan lokasi untuk mengenang pertempuran heroik dan keberanian
arek-arek Suroboyo dalam mengusir pendudukan penjajah pada 1945. Museum ini berlokasi di kompleks Tugu Pahlawan Surbaya dengan bentuk bangunan prisma segi empat.
Di dalam museum ini terdapat diorama yang menggambarkan keberanian masyarakat Surabaya kala itu berperang dengan Belanda hanya bermodalkan bambu runcing, dan diyakini merupakan karya Edhi Sunarso. Pertempuran ini adalah perang pertama setelah Indonesia memproklamirkan merdeka pada 17 Agustus 1945, dan salah satu pertempuran terbesar serta terberat dalam sejarah revolusi Indonesia.
7. Patung Komodor Yos Sudarso, SurabayaPatung ini terletak di Jalan Rajawali, Surabaya Utara. Patung perunggu yang menampilkan sosok Yos Sudarso dalam posisi siap dan berdiri dengan gagah. Patung yang diyakini dibuat oleh Edhi Sunarso ini memiliki tujuan agar generasi muda dapat mengenang sosok pahlawan yang dengan gigih membela Indonesia.
Yos Sudarso sendiri merupakan salah satu pahlawan yang gugur ketika memimpin operasi pembebasan Irian Barat setelah Trikora yang dikumandangkan Bung Karno. Yos ditunjuk Bung Karno untuk memimpin tim pembebasan. Ketika tengah mengadakan patrol, Yos dan tim diserang oleh Belanda di Laut Aru. Yos yang memimpin tiga kapal motor memerintahkan perang terhadap serangan Belanda. Namun ia memiliki strategi menjadikan dirinya sendiri umpan agar dua kapal lainnya dapat menyelamatkan diri dari kapal destroyer Belanda. Belanda kemudian menembak Yos dan kapal Macan Tutul yang ia komandoi hingga tenggelam.
 Diorama Monumen Nasional karya Edhi Sunarso, Jakarta, Selasa 6 Januari 2015. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
8. Diorama Monumen Yogya Kembali, YogyakartaMonumen Yogya Kembali merupakan salah satu objek bersejarah yang berada di Yogyakarta. Dibangun pada 1985, monumen ini dibangun untuk mengenang momentum ditariknya pendudukan Belanda di Yogyakarta pada 28 Juni 1949. Kala itu, Yogyakarta merupakan ibukota Indonesia.
Monumen ini dibangun dengan memperhatikan beberapa titik penting dan diyakini berdasarkan titik imajiner yang mengubungkan Keraton Yogyakarta, Tugu Yogyakarta, Gunung Merapi, Parang Tritis, dan Panggung Krapyak. Dalam museum ini terdapat replika, foto, berbagai dokumentasi, dan diorama yang diyakini dibuat oleh Edhi Sunarso.
9. Monumen Sultan Thaha Syaifuddin, JambiSultan Thaha Syaifuddin adalah salah satu tokoh yang berasal dari Jambi. Ia merupakan Sultan Jambi yang berani menentang penjajah Belanda. Ketika ia masih menjadi perdana menteri, ia dikenal sudah menentang Belanda. Dan ketika diangkat menjadi Sultan pada 1816, ia membatalkan kerja sama dengan Belanda dan menghimpun rakyat Jambi untuk mengusir Belanda.
Thaha Syaifuddin dikenal sebagai sultan yang rendah hati dan dekat dengan rakyat. Karena kecintaan Jambi akan sosok Thaha Syaifuddin, maka dibuatlah patung untuk menghormatinya di Lapangan Kantor Gubernur Jambi, yang diyakini merupakan karya Edhi Sunarso.
Namun pembuatan patung tersebut sempat terlantar setahun karena berbagai masalah, salah satunya keberatan dari kaum sejarawan terhadap bentuk muka patung yang dinilai tak sesuai dengan gambaran Thaha Syaifuddin sebenarnya. Akhirnya, patung tersebut diresmikan pada 2002 silam.
10. Monumen Pahlawan Tak Dikenal, Boven Digul PapuaKarya Edhi Sunanso ternyata tersebar hingga tanah Papua. Di pulau paling timur Indonesia tersebut, tepatnya di Kabupaten Boven Digul, Papua. Boven Digul memang jarang terdengar di telinga masyarakat, namun kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Merauke pada 2002 ini merupakan bekan tempat pembuangan tawanan Belanda seperti Sayuti Melik dan Muhammad Hatta.
Boven Digul secara geografis dianggap cocok oleh Belanda sebagai tempat buangan para pejuang kemerdekaan. Lokasinya yang berada di ujung timur nusantara berbatasan langsung dengan Papua Nugini, akses yang sulit hanya dari laut lalu menyusuri sungai, dan kawasan yang penuh dengan rawa-rawa serta masih didiami masyarakat Papua primitif menjadikan Boven Digul sangat sulit diakses kala jaman penjajahan.
Konon, Belanda membuka hutan Boven Digul dan mempersiapkannya secara terburu-buru. Boven Digul belum dihuni siapapun hingga Belanda mengirimkan ribuan penduduk Jawa dan Sumatera ke sana pada 1927. Karena lokasinya sebagai tempat Belanda membuang tawanan, maka banyak peninggalan Belanda di kabupaten yang beribu kota di Tanah Merah itu.
Pun dengan karya Edhi Sunarso yang diyakini berdiri untuk mengenang ribuan pejuang tak dikenal yang mati karena kelaparan dan malaria di awal-awal terciptanya Boven Digul. Namun sayang, banyak peninggalan Belanda di daerah tersebut tak terawat dan tertimbun dengan semak belukar.
(les)