'Serpihan' Cerita Pedagang Makanan Saat Ledakan di Thamrin

Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Sabtu, 16 Jan 2016 12:22 WIB
Jumat (16/1), sembari melipat koran sisa salat Jumat di Masjid Al-Hikmah, Yani dan dua orang lainnya mengingat kembali puingan cerita saat bom meledak.
Kawasan Masjid Al Hikmah di belakang Menara Cakrawala, Thamrin, Jakarta, Jumat (15/1) (CNN Indonesia/Tri Wahyuni)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jumat (16/1), sembari melipat koran sisa salat Jumat di Masjid Al-Hikmah, Menara Cakrawala, Yani dan dua orang lainnya mengingat kembali puingan cerita dan kejadian saat bom meledak. Yani adalah seorang pemilik warung makan ayam bakar di belakang Djakarta Theater, Menara Cakrawala. Ia sudah berjualan di kawasan Sarinah, Thamrin sejak 1975. Baru pada 1982 ia pindah ke belakang Djakarta Theater.

"Kemarin waktu kejadian saya kaget. Langsung pulang aja. Saya punya penyakit jantung, (jadi) nggak berani. Sudah gemeteran," kata Yani kepada CNNIndonesia.com.

Saat teror menggemparkan kawasan Thamrin, tanpa pikir panjang ia langsung meninggalkan warungnya. Yang terlintas di pikirannya hanyalah keselamatan dirinya. Warung ayam bakar dan kerugian yang mungkin dialami tak lagi dipikirkannya.  

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ayam bakarnya saya tinggal saja. Padahal kemarin itu baru selesai masak. Baru matang semua ayamnya, tinggal dijual. Ada kejadian itu, langsung ngibrit saja," ujar Yani.

Akan tetapi, di dalam warung, Yani tak sendirian. Masih ada asistennya di warung yang membantu menjaga warung. Untungnya, area dia jualan ternyata tak jadi sasaran serangan. Dia pun sempat merasa aman.

Dia tahu bahwa ada beberapa karyawan yang terjebak di gedung dan tak diperbolehkan meninggalkan kawasan tersebut akibat adanya baku tembak. Melihat situasi yang mulai memanas dan gawat, dia memutuskan warungnya tetap dibuka. Akhirnya, warung ini dijadikan tempat makan beberapa karyawan yang terjebak. Bukan hanya karyawan yang makan di situ, tapi beberapa polisi dan petugas keamanan juga makan di warungnya.

"Saya bilang ke yang jaga warung, kasih gratis sajalah. Keadaannya lagi kayak begitu," kata dia.

Yani bukanlah satu-satunya orang yang lari meninggalkan dagangannya ketika serangan teror berlangsung. Ada juga pedagang sate yang meninggalkan dagangannya, tanpa ada yang menjaga. Sialnya, makanan di warung sate tersebut pun disantap kucing.

Kisah Penjaga Penitipan Sepatu

Berbeda dengan Yani, seorang laki-laki berperawakan kurus berusia 60 tahun yang ada bersamanya, gantian mengungkapkan kisahnya. Dia adalah Triman, seorang penjaga penitipan sepatu di masjid Al Hikmah.

Saat kejadian Triman sedang tidak berada di tempat kerjanya. Tapi, anaknya bernama Mujaidah sedang menuju masjid Al Hikmah untuk menjaga tempat penitipan sepatu yang biasa dijaga ayahnya. Menurut Triman, Mujaidah hanya sementara bekerja di sana, sambil menunggu panggilan kerja dari perusahaan yang diincarnya. Mujaidah adalah seorang Sarjana Ekonomi.

"Saya waktu itu lagi nonton TV. Lagi nonton sidang Jero Wacik, tiba-tiba siarannya berubah jadi ledakan di Sarinah. Lho itu kan tempat saya," kata Triman.

Sontak, dia pun panik, mengingat anaknya Mujaidah yang sedang berada di lokasi.

Pikiran-pikiran negatif pun menyerang otaknya. Bahkan Triman mengira anaknya menjadi salah satu korban karena berita menyebutkan ada seorang perempuan yang memakai kerudung menjadi korban tragedi tersebut. "Saya takut itu anak saya," ujar dia.

Akhirnya Triman bisa bernapas lega ketika Mujaidah memberikan kabar bahwa ia tidak menjadi korban serangan teror tersebut. Mujaidah belum sempat sampai di Thamrin ketika ketegangan dimulai.

"Saya baru sampai Wisma Nusantara. Saya kan naik APTB dari Depok, APTB-nya tidak boleh lewat. Langsung putar balik pulang ke Depok," kata Mujaidah.

Tukang Cendol: Saya Malah Penasaran

Perbincangan itu semakin ramai ketika beberapa orang nimbrung untuk ikut berbincang. Masing-masing melontarkan kisahnya.

Tanpa mengetahui kebenaran yang sesungguhnya mereka sangat bersemangat untuk berbagi cerita. Salah satu laki-laki tua menceritakan, awalnya mereka tidak tahu kalau suara keras yang mereka dengar itu adalah sebuah ledakan.

Mereka mengira itu hanya suara proyek MRT atau bus TransJakarta yang mengalami kecelakaan. Tapi, ketika banyak orang-orang berlari dan berteriak 'ada bom' mereka langsung panik.

Di Jalan Sabang, seorang pedagang cendol bernama Nanang juga tak kalah semangat bercerita dengan seorang laki-laki yang menghampirinya.

"Kemarin orang-orang dari Sarinah dari Lotus pada lari-lari ke arah sini. Banyak yang nangis-nangis di sini," kata Nanang.

Kendati mengetahui ada serangan teror di dekat tempat ia berada, namun ia tidak takut. Bahkan ia mengaku ingin mengetahui secara langsung apa yang sebenarnya terjadi.

"Tadinya penasaran kirain apa. Tadinya ingin lihat tapi nggak tahunya dari sana pada lari semua. Akhirnya enggak jadi karena enggak boleh juga," ujarnya.

Nanang memutuskan untuk tetap berdagang. Ia berdalih lokasi serangan cukup jauh darinya sehingga ia menilai posisinya aman-aman saja, meskipun pembeli jadi sepi.

Di sisi lain, warung makan di dekat Nanang justru laris manis di tengah tragedi. Seorang karyawan memborong puluhan nasi bungkus di Warung Sepakat. Sayangnya saat CNNIndonesia.com mencoba ke sana, warungnya tutup. "Mungkin lagi istirahat, trauma kali dia," ujar Nanang.

Selain kisah Yani yang meninggalkan dagangannya, Nanang yang tetap berjualan cendol, ada juga kisah pedagang sate yang tetap berjualan dan mengipas satenya saat tragedi tersebut berlangsung. Foto pedagang sate itu pun dalam waktu singkat langsung meramaikan media sosial.

(chs/chs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER