Turis Soal Ledakan: Saya Tak Ragu Kembali ke Indonesia

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Sabtu, 16 Jan 2016 15:13 WIB
Meski merasakan ketakutan dan syok, dua orang turis Finlandia ternyata mengaku tak takut untuk kembali berwisata ke Indonesia.
Petugas kepolisian mengamankan gedung Jakarta Theater untuk melakukan menyisiran terhadap pelaku penyerangan yang dilakukan sejumlah teroris ke beberapa gedung dan pos polisi di Jakarta, Kamis, 14 Januari 2016. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bukan cuma pedagang dan warga lokal yang ada di sekitar Thamrin yang punya cerita dan mungkin trauma khusus soal ledakan. Kawasan Sarinah, Thamrin memang terkenal sebagai pusat kota, bisnis, dan kuliner. Tak heran di sana juga banyak terdapat warga asing yang sedang berwisata dan menikmati indahnya Jakarta.

Tak ada yang menyangka bahwa Kamis siang terik seperti hari biasanya itu akan berubah mencekam. Jelang makan siang, selayaknya hari kerja lainnya, semua orang tengah bersiap-siap untuk memikirkan menu apa yang akan mereka santap.

Begitu pula dengan sepasang turis Finlandia yang tengah berjalan santai di Jalan Sabang. Mereka tak pernah menyangka persinggahan sementara ke Jakarta akan sangat membekas, beberapa menit kemudian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Glenndy, seorang Marketing Coordinator Kafe Pisa, Menteng, menceritakan pengalamannya sendiri menghadapi turis asing yang panik menyelamatkan diri saat terjadi ledakan di kawasan Sarinah, Kamis (14/1).

"Kamis kemarin ada sepasang turis, mereka suami-istri dan backpacker baru tiba di Jakarta, Rabu, dari Sabang, Aceh untuk travelling. Rencananya Kamis malam akan berangkat ke Finlandia, makanya mereka menginap dahulu di Jalan Jaksa," kata Glenndy saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Jumat (15/1).

Turis itu berencana untuk menikmati kehangatan Jakarta sembari mencari-cari cendera mata untuk dibawa ke negaranya.

Saat berjalan melewati Jalan Sabang, sang turis bercerita kepada Glenndy bahwa keramahan orang Indonesia membuatnya heran. Bahkan turis perempuan mengatakan masyarakat Indonesia terlalu ramah dan selalu ingin menyapa orang asing. Keramahan ini justru membuat dia kadang merasa tak nyaman.

Turis wanita itu berencana minum secangkir kopi di Starbucks. Dengan pergi ke kafe waralaba Amerika Serikat itu, ia mungkin merasa lebih nyaman karena tak harus berhadapan dengan 'panggilan-panggilan' dari orang yang tak dikenal, seperti di Jalan Sabang. Lagipula, Starbucks diyakini juga akan lebih banyak orang asing. Mungkin rasanya akan lebih seperti di 'rumah'.

"Tapi suaminya menolak ide istrinya. Katanya 'kan kita ingin beli oleh-oleh', jadinya sang suami menggiring si wanita ke Sarinah," kata Glenndy.

"Tapi ternyata si wanita tidak nyaman di Sarinah."

Ketidaknyamanan wanita disebabkan karena longgarnya pengamanan yang ia rasakan. Tanpa adanya metal detector dan pemeriksaan tas, itu membuatnya keheranan. Menurut sang turis kepada Glenndy, bermacam mal di Bangkok, Manila, Singapura, dan berbagai kota lainnya menggunakan pemeriksaan ketat, sedangkan Sarinah dirasanya sangat longgar.

"Kenapa bisa tidak ada pengecekan tas dan tubuh?" kata Glenndy menirukan turis wanita.

Tak lama berselang, suara ledakan terdengar. Sang suami yang memiliki latar belakang militer, jelas memahami suara yang dihasilkan dari bom. Tapi sang istri menyangkalnya.
'Oh tidak! Kejadian ini bisa terjadi di mana pun, bukan hanya di Indonesia. Asal kamu tahu, negara kamu (Indonesia) sangatlah indah. Saya akan kembali lagi ke sini tanpa ragu. Lagipula saya belum mengunjungi Sulawesi, Papua, dan Nusa Tenggara. Saya akan kembali tahun depan. Kalian sudah menghadapi teror ini dengan baik, stay strong.'seorang turis wanita dari Finlandia


"Katanya si perempuan, 'jangan berkata seperti itu, Jakarta berbeda dengan Finlandia, Finlandia itu sedikit orangnya sehingga nyaris sunyi. Berbeda di Jakarta yang padat, bisa saja itu suara konstruksi.' Tapi sang suami tetap meminta keluar dan mengungsi," kata Glenndy.

Begitu keluar Sarinah, ledakan demi ledakan bermunculan, diselingi teriakan himbauan dari masyarakat sekitar, seperti 'ada bom!' 'Jangan ke Starbucks!'. Mereka berdua kemudian lari ke arah Kafe Pisa yang tepat persis di belakang Sarinah.

Kafe Pisa sebenarnya sudah langsung menutup akses begitu insiden pengeboman terjadi. Namun melihat pasangan Finlandia ini berlarian mencari perlindungan, maka pihak kafe membuka pintu gerbang untuk sang turis. Saat itulah, Glenndy bertemu mereka dan menenangkan sembari bercerita.

"Saya membiarkan mereka masuk karena kasihan juga, mereka terlihat syok dan ketakutan. Saya beri minum, dan mereka mulai menceritakan pengalaman mereka seharian ini," kata Glenndy.

"Mendengar keluhan mereka, saya jujur minta maaf atas ketidaknyamanan pengalaman mereka berkunjung ke Indonesia, tapi ternyat
a si perempuan mengatakan hal yang membuat saya terkejut," katanya.

"Si wanita berkata, 'Oh tidak! Kejadian ini bisa terjadi di mana pun, bukan hanya di Indonesia. Asal kamu tahu, negara kamu (Indonesia) sangatlah indah. Saya akan kembali lagi ke sini tanpa ragu. Lagipula saya belum mengunjungi Sulawesi, Papua, dan Nusa Tenggara. Saya akan kembali tahun depan. Kalian sudah menghadapi teror ini dengan baik, stay strong.' Saya hanya bisa tersenyum mendengar kalimat itu, saya tidak menyangka mereka masih berminat datang lagi ke Indonesia," kata Glenndy.

"Sayang saya belum sempat menanyakan nama mereka."

Setelah kondisi dirasa aman, maka sang turis kembali ke hotel tempat mereka menginap dan segera bersiap untuk bertolak ke Finlandia, sesuai arahan kedutaan besar mereka di Jakarta.

Glenndy sendiri masih enggan menceritakan pengalaman ia di tengah-tengah kekacauan bom di depan kamera, meski ia ditawari beberapa rekannya yang bekerja di televisi. Masih terekam jelas suasana mencekam dalam benak Glenndy. Ia hanya tak ingin mengingatnya atau merasakannya lagi.

(chs/chs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER