Jakarta, CNN Indonesia -- Tradisi kue pengantin ternyata sudah ada sejak zaman Romawi. Kala itu kue pengantin tidak semewah dan secantik saat ini. Dulu kue pengantin amat sederhana.
Orang Romawi selalu membuat kue pengantin mereka dengan selai atau kue gandum. Kue tersebut menjadi simbol untuk keberuntungan dan kesuksesan pernikahan.
Pada Abad Pertengahan, kue pengantin berubah menjadi lebih kecil namun ditumpuk menjadi lebih tinggi seperti menara. Pengantin pun dihadapkan dengan tantangan baru untuk saling berciuman melewati tumpukan kue. Ciuman yang sukses menandakan mereka akan mendapatkan keberuntungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di masa yang sama, pie pengantin juga pernah menjadi bagian penting dalam pernikahan. Pie diisi dengan berbagai jenis bahan, tergantung tingkat kekayaan dan status pengantin. Kulit luar pie juga selalu didekorasi dengan berbagai hiasan.
Secara bertahap, kue yang ditumpuk menjulang bak menara disatukan menjadi sebuah kue pengantin. Semakin hari bentuknya pun semakin rumit. Seperti kue pengantin yang dijumpai saat ini, kue dengan pasta almond yang dilapisi icing putih dan taburan buah warna warni.
Mulai abad ke-19, aturan-aturan kue pengantin mulai ditetapkan. Kue pengantin harus bertingkat dan harus berwarna putih.
Icing putih untuk kue pengantin pertama kali diciptakan tahun 1840, ketika pernikahan Ratu Victoria. Icing tersebut diberi nama
'royal icing'. Dan pada 1882 kue bertingkat yang seluruh bagiannya bisa dimakan untuk pertama kalinya disajikan di pernikahan royal.
Ketika Tren Kue Pengantin Mulai BerubahJika dulu kue cantik yang hadir di setiap pesta pernikahan itu merupakan kue asli yang bisa dimakan, maka beberapa tahun belakangan, kue pengantin pun mulai berubah.
Kue pengantin yang dulunya menjadi simbol keberuntungan dan kesuksesan sang pengantin kini tidaklah asli. Salah satu produsen kue pengantin di Jakarta, Nida, mengatakan saat ini
dummy cake atau kue tiruan lebih digemari karena kue pengantin digunakan hanya sebagai simbol.
Pembuatan kue pengantin tiruan lebih dikarenakan biaya pembuatannya yang terbilang murah. Harga untuk sebuah kue tiruan berkisar antara Rp 2 juta sampai Rp 3,5 juta. Bahkan harga kue tertinggi bisa mencapai Rp 8 juta.
Dan pastinya, satu paket kue asli akan memakan biaya lebih mahal. Selain itu, kue bertingkat ini jarang habis dimakan, sehingga sering kali berakhir di tempat sampah.
(meg)