Jakarta, CNN Indonesia -- Perempuan Amerika akan punya akses lebih murah dan mudah untuk aborsi usai keluarnya keputusan Badan Makanan dan Obat-obatan (FDA) Amerika pada Rabu (30/3) yang melonggarkan aturan penggunaan pil Mifeprex yang selama lebih dari satu dekade diresepkan.
Perubahan itu menyebabkan munculnya kubu lain dalam pro-kontra aborsi yang sudah memanas dalam kampanye pemilihan presiden AS dan muncul lagi di Mahkamah Agung beberapa pekan terakhir.
FDA melonggarkan akses untuk mendapatkan Mifeprex dengan meng-
update informasi di label obat, seperti diberitakan
Reuters. Dari yang tadinya 49 hari kehamilan, kini bisa sampai 70 hari kehamilan. Dosis obat yang direkomendasikan dipangkas dan jumlah kunjungan ke dokter dikurangi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam praktik, banyak penyedia jasa aborsi telah bertahun-tahun tak mematuhi aturan yang lama. Negara bagian, seperti Texas, North Dakota, dan Ohio punya undang-undang yang membatasi obat aborsi dengan mensyaratkan resep obat secara ketat sesuai label lama.
FDA "akhirnya menangkap praktik berdasarkan bukti di Amerika Serikat,” kata Vicki Saporta, presiden dan chief executive Federasi Aborsi Nasional, organisasi para penyedia jasa aborsi.
Juru kampanye antiaborsi mengutuk pelonggaran akses obat, dalam menanggapi aplikasi dan data klinis yang disampaikan oleh produsen, Danco Laboratories.
"Keputusan ini memperluas basis konsumen untuk industri obat-obatan tersebut," Randall O'Bannon, direktur pendidikan dan penelitian untuk organisasi National Right to Life.
Jurubicara Danco Abby Long menolak memberikan data penjualan pil. Ia hanya mengungkapkan produknya sudah digunakan lebih dari 2,75 juta perempuan di AS sejak disetujui pada 2000.
Saat aborsi, obat-obatan menghalangi hormon progesteron, lalu menyebabkan rahim berkontraksi dan kosong.
Aborsi jadi isu dalam kampanye pemilihan presiden AS 2016 pada Rabu, ketika front-runner Republiken Donald Trump mengatakan perempuan yang menggugurkan kandungan harus menghadapi hukuman jika AS melarang aborsi.
Komentar tersebut memicu reaksi negatif. Miliarder tersebut kemudian mendulang banyak komentar.
Awal bulan ini, Mahkamah Agung menangani kasus aborsi terbesarnya dalam bertahun-tahun. Kaitannya dengan UU di Texas yang menerapkan aturan ketat terhadap dokter dan bangunan klinik aborsi.
Data penelitianDalam beberapa tahun terakhir sejumlah klinik tak lagi menawarkan obat aborsi karena perempuan tak mampu membayar harganya yang maha serta semakin seringnya kunjungan dokter.
FDA meng-update data refleksi dari 22 studi, antara lain hampir 31.000 perempuan menunjukkan informasi tersebut sudah kedaluwarsa, dinyatakan perusahaan swasta Danco.
Studi tersebut menunjukkan pasien hanya perlu minum sepertiga dosis yang direkomendasikan di label lama, ujarnya.
Diperkirakan 83 persen penyedia jasa aborsi di AS sudah tak menggunakan rekomendasi lama, menurut Guttmacher Institute, pendukung hak-hak aborsi yang penelitiannya digunakan dua kubu dalam perdebatan soal aborsi.
Di tempat lain, dokter sering memberi resep obat "tanpa label" dengan cara tidak menunjukkan label yang sudah persetujuan.
Obat-obatan itu sebagian besar dibolehkan meski sejumlah perusahaan tidak dibolehkan untuk mempromosikan penggunaan produk-produk tanpa label.
Mifeprex disetujui pada 2000 untuk menghentikan kehamilan awal, bersama misoprostol, obat antiinflamasi yang asalnya untuk mencegah ulkus lambung.
Di bawah label baru, pasien dibolehkan minum satu tablet Mifeprex 200 mg dalam satu hari, alih-alih tiga tablet 200 mg. Selain itu, 800 mcg misoprostol 24-48 jam setelah minum Mifeprex. Sebelumnya, 400 mcg pada hari ke-tiga.
Dibawah label lama, perempuan diminta kembali ke dokter 14 hari setelah minum Mifeprex untuk pemeriksaan. Sedangkan menurut rekomendasi label baru, mereka diminta kembali tujuh hingga 14 hari untuk pemeriksaan.
(sil/sil)