Jakarta, CNN Indonesia -- Bagi kebanyakan produsen susu bubuk instan, memilih ternak sapi perah yang dekat dengan pabrik menjadi pilihan terbaik. Selain dapat mengurangi ongkos pengiriman, kualitas susu yang masih segar lebih dapat terjaga hingga waktu pengolahan.
Sayangnya, hal itu ternyata belum dapat 100 persen dilakukan oleh para produsen susu. Terdapat beberapa kendala yang membuat Indonesia harus mengimpor bahan baku susu.
"Masalahnya 75 persen bahan baku susu secara nasional itu diimpor," kata Deborah R Tjandrakusuma, Legal and Corporate Affairs Director Nestle Indonesia, ketika berbincang dengan CNNIndonesia.com di Karawang, Jawa Barat, Selasa (5/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut laporan 2015 Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Boedianto, peternak sapi perah Indonesia disebut hanya sanggup memenuhi 17 persen dari kebutuhan nasional.
Di tempat lain, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, konsumsi susu tertinggi masyarakat Indonesia per kapita pada 2014 adalah produk susu kental manis sebesar 7,74 liter per kapita. Kemudian susu cair pabrik atau preserved milk sebesar 6,4 liter per kapita. Sedangkan susu bubuk hanya dikonsumsi sebesar 3,65 kilogram per kapita sepanjang 2014.
Pada saat yang sama, jumlah sapi perah di Indonesia pada 2014 silam tercatat sebanyak 502.516 ekor yang menghasilkan 800,8 ribu ton susu.
Sedangkan di tahun sebelumnya, menurut data dari Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, pada 2013 Indonesia harus mengimpor susu sebanyak 221,247 ton atau senilai US$ 1,3 milyar.
Dengan begitu, artinya jika produsen susu dalam negeri ingin membuat susu bubuk guna memenuhi kebutuhan masyarakat, mereka masih harus 'menambal' dengan impor susu dari luar negeri. Karena produksi susu Indonesia masih belum cukup.
Deborah menceritakan sebagian besar susu yang diimpor berasal dari perdagangan bebas. Ia menyadari bahwa produktivitas susu Indonesia masih kalah jauh dibandingkan negara lain. Salah satu faktornya adalah iklim yang tak terlalu cocok bila dibandingkan negara penghasil susu yang memiliki empat musim.
"Banyak kendala juga kenapa pada kakao dan kopi kami bisa membantu meningkatkan produktivitas, tapi di susu terkendala. Kadangkala, ketika harga daging sapi naik, sapi di peternak bisa dipotong. Itu salah satu saja, masih banyak faktor yang lain," kata Head of Corporate Communication Nestle Indonesia, Nur Shilla Christianto.
"Maka dari itulah kami terus melakukan pendampingan agar para petani dan peternak dapat menghasilkan pertanian yang profitable, bukan lagi survival agriculture." katanya.
Nestle Indonesia sendiri mengklaim telah menyerap sebanyak 550 ribu liter susu setiap harinya. Angka tersebut berasal dari 27 ribu peternak sapi perah binaan Nestle di Jawa Timur.
Produsen berbagai merek olahan susu itu menyatakan telah melakukan berbagai upaya pelatihan, pendampingan, dan bantuan kepada para perernak sapi perah untuk meningkatkan produktivitas susu sapi mereka sejak 1985.
(meg)