Jakarta, CNN Indonesia -- Kaum remaja jelang usia 20an yang mencoba rokok elektrik dinilai memiliki kecendrungan mencoba rokok tembakau dalam dua tahun setelah mereka mulai menggunakan rokok elektrik. Studi tersebut diungkapkan oleh peneliti dari University of Southern California.
"Kami cemas nantinya anak-anak muda yang bereksperimen dengan rokok elektrik akan pindah ke produk tembakau, seperti rokok yang dibakar, yang sudah jelas lebih berbahaya," kata pemimpin penelitian Jessica Barrington-Trimis, seperti dikutip dalam jurnal
Pediatrics.
Rokok elektrik adalah sebuah alat yang menguapkan cairan, yang biasanya mengandung nikotin dan komponen rasa. Kegiatan menghisap rokok elektrik umumnya disebut
vaping.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Temuan ini didapati setelah para periset melakukan survei di sekitar 300 sekolah menengah atas di wilayah California selatan. Pada tahun 2014, sekitar setengah dari jumlah murid tersebut mengatakan bahwa mereka telah mencoba rokok elektrik.
Pada survei lanjutan di tahun 2015, tercatat bahwa 40 persen dari jumlah siswa tersebut telah mencoba rokok elektrik, dan menjadi perokok aktif setahun kemudian.
Setelah menyesuaikan dengan data gender, etnik dan tingkat pendidikan orang tua, para periset memprediksi bahwa remaja usia belasan yang mencoba rokok elektrik mempunyai kesempatan enam kali lebih banyak untuk merokok tembakau, dari pada mereka yang tidak pernah mencoba rokok elektrik sama sekali.
Ketika para periset melihat remaja-remaja yang mengatakan tidak mempunyai keinginan untuk merokok tembakau, pada survei pertama, maka risiko ketertarikan mereka untuk mengganti rokok elektrik dengan tembakau sepuluh kali lebih besar, dibanding dengan mereka yang tidak pernah mencoba
vaping.
Dikutip dari
Reuters, Barrington-Trimis mengatakan risiko remaja yang tertarik untuk merokok, tidak hanya terjadi pada remaja yang memang ingin mencoba merokok tembakau langsung. Survei ini sendiri menggunakan siswa kelas 11 dan 12 sebagai partisipan, dengan usia tertua 18 tahun.
Tahun lalu, The American Academy of Pediatrics telah merekomendasikan agar rokok elektrik atau vaping dibuat dengan aturan yang sama dengan produk-produk tembakau. Hal itu diajukan karena kekhawatiran rokok elektrik akan menggiring remaja untuk merokok tembakau secara aktif, dan dampak negatifnya terhadap otak.
Bulan lalu, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika juga telah membuat aturan yang melarang penjualan rokok elektrik kepada pembeli di bawah usia 18 tahun.
Meski begitu, seorang profesor dari Boston University School of Public Health, Michael Siegel, mendukung penilaian bahwa rokok elektrik dapat menjadi cara para perokok konvensional untuk berhenti. Siegel mengatakan, tidak sepakat dengan studi ini karena penelitian ini tidak membuktikan rokok elektrik menjadi pemicu para remaja untuk mencoba rokok reguler.
Siegel, yang tidak terlibat dalam studi ini, melihat bahwa survei pertama yang dilakukan tidak menjelaskan mengenai berapa banyak remaja yang menggunakan
vaping, namun hanya menanyakan apakah mereka telah menggunakan rokok elektrik.
"Yang mungkin terjadi adalah anak-anak (yang menjadi partisipan) ini bukanlah pengguna vaping ruting, makanya mereka beralih ke rokok sebenarnya. Kalau mereka secara reguler menggunakan
vaping, mereka tidak akan beralih ke rokok," kata Siegel.
(meg)