Jakarta, CNN Indonesia -- Akhir pekan lalu, Dieng mendadak dipadati ribuan manusia. Semua datang demi menghadiri Dieng Culture Festival (DCF). Berbagai atraksi jadi daya tarik, mulai penampilan Emha Ainun Nadjib, festival musik jazz, hingga upacara pemotongan rambut anak gembel yang menyedot perhatian banyak pengunjung.
Imbas dari acara tersebut, seluruh homestay dan hotel di sekitar Dieng kebanjiran tamu. Bahkan area camping ground di kawasan Candi Arjuna yang disiapkan untuk mengatasi penuhnya penginapan pun juga padat. Padahal pihak penyelenggara sudah menyediakan lebih dari 4000 tempat.
“Kalau dihitung semua wisatawan yang datang sekitar 90 ribu orang. Tiket habis. Penginapan penuh semua. Camping ground juga penuh. DCF memberi berkah besar bagi warga sekitar Dieng,” ujar Alif Fauzi, Ketua Paguyuban Wisata Dieng Pandawa yang juga Ketua DCF VII, dalam rilis yang diterima
CNNIndonesia.com, Senin (8/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alif menambahkan, pertunjukkan Jazz di Atas Awan dan pemotongan rambut anak gimbal menyedot perhatian paling besar dari wisatawan.
Prosesi pemotongan rambut anak gimbal memang jadi daya tarik utama. Semua mengikuti prosesi ruwatan yang diikuti 11 anak berambut gimbal itu, mulai kirab budaya dari rumah Tetua Adat Dieng, Mbah Naryono, hingga prosesi perjalanan menuju kompleks Candi Arjuna.
Setelah seluruh anak berambut gimbal itu diruwat, potongan rambut mereka dilarung di Telaga Warna, Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Wonosobo.
Gelaran DCF 2016 dihadiri sejumlah pemimpin daerah, seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Bupati Banjarnegara Sutedjo Slamet, serta Wakil Bupati Banjarnegara Hadi Supeno.
"Pencukuran rambut gimbal harus melalui suatu Ruwatan. Tidak boleh sembarangan dicukur. Kalau sembarangan, rambut gimbal itu tumbuh kembali. Bahkan akan semakin menggimbal. Sangat sakral. Ini menjadi daya tarik tersendiri,” kata Ganjar.
Dia menambahkan, selain daya tarik budaya, Dieng juga memiliki beragam daya tarik wisata alam dan sejarah. Terdapat Candi Arjuna, Candi Bima, Candi Gatotkaca, serta Petirtaan Jalatunda yang airnya selalu digunakan untuk upacara tertentu di Bali.
“Ini membuktikan peradaban yg berasal dari abad 910 M. Hingga abad 12, ritual ini masih terjadi di dataran tinggi Dieng,” sebut Staf Ahli Menteri Pariwisata Bidang Multikultural Hari Untoro Drajad.
Acara lainnya yang juga menjadi daya tarik adalah pelepasan seribu lampion.
Soal pengunjung, tahun ini DCF jauh lebih meriah dibanding tahun lalu, dimana Dieng dikunjungi 20 ribu turis, baik lokal maupun mancanegara.
(les)