Jakarta, CNN Indonesia -- Pada saat sekarang, lazimnya undangan pernikahan datang bertubi-tubi. Bagi sebagian orang, September, yang bakal tiba beberapa hari lagi, memang diagungkan sebagai bulan cinta yang dilimpahi kehangatan dan keceriaan khas musim panas.
Tak heran bila kalangan Barat meyakini, “
Marry in September's shrine, your living will be rich and fine.” Menurut hasil
The 2016 American Wedding Study yang diadakan laman Brides, dan dilansir laman
Market Wired, September dan Oktober memang bulan yang paling populer untuk melangsungkan pernikahan.
Setidaknya menurut hasil penelitian ini, 32 persen pernikahan diadakan pada September dan Oktober. Penelitian ini diadakan Brides antara 22 Maret dan 4 April 2016, dengan melibatkan wanita 18 tahun ke atas, baik yang bertunangan maupun sudah menikah. Namun tidak disebutkan jumlah keseluruhan responden.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain bulan idaman, hasil penelitian juga menguak fakta lain seputar perilaku pasangan dan tren pernikahan, meliputi biaya, detail perencanaan, konsumsi media, dan industri tren itu sendiri. Sekalipun penelitian terbatas bagi warga Amerika Serikat, namun agaknya memperlihatkan karakter yang relatif serupa di mana pun.
“
The 2016 American Wedding Study memperlihatkan bahwa pasangan menghamburkan uang lebih banyak demi mewujudkan pesta pernikahan idaman,” kata Keija Minor, pemimpin redaksi Brides. “Kemampuan finansial dan keterlibatan personal mendorong pasangan kini mencari lebih banyak ide dan inspirasi dibanding dulu.”
Hasil penelitian, dikatakan Minor, juga memperlihatkan gaya sejati kaum
millennial—yang lahir pada era 1990-an dan bertumbuh dewasa di era milenium ke-dua. “Mempelai wanita menginginkan pesta pernikahan yang lebih bermakna dan penuh suka cita, juga menginginkan semua orang untuk terlibat di dalamnya.”
Sementara mempelai pria, menurut Minor, juga lebih detail dibanding sebelumnya. Mereka ingin berada di antara orang-orang terdekat saat hari bahagia, pesta pernikahan yang personal dan merefleksikan gaya mereka sebagai pasangan. Intinya, kedua mempelai memprioritaskan detail dan pernikahan yang personal.
Sementara soal biaya, 58 persen responden bersedia membayar mahal demi mewujudkan pesta pernikahan yang mereka idam-idamkan. Menurut Sharon Naylor, penulis 30 buku tentang rencana pernikahan, sebetulnya biaya pernikahan tidak perlu jorjoran. Lebih baik pasangan memasang bujet yang realistis.
“Perencanaan bujet terbaik seharusnya memandu pasangan untuk mewujudkan pesta pernikahan yang lebih baik dan tidak lepas kendali, bukannya malah membikin stres,” kata Naylor, dikutip
Brides. “Buat daftar prioritas, elemen yang terpenting bagi pasangan, dengan begitu tidak akan timbul rasa bersalah."
(vga/vga)