Jakarta, CNN Indonesia -- Perkembangan teknologi kini tak cuma soal
gagdet dan peralatan elektronik. Ke depannya, perkembangan teknologi canggih juga merambah ke dunia fesyen.
Bukan cuma soal pembuatan serat kain serta bahan saja yang butuh teknologi, tapi juga informasi soal baju yang Anda beli dan pakai.
Bayangkan saat Anda baru membeli sebuah jaket baru dari lini busana favorit Anda. Kemudian lihat
tag di bagian dalam baju dan
scan label itu dengan ponsel Anda. Sebuah menu dan informasi soal jaket Anda pun akan muncul di layar ponsel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip
Quartz, Anda akan mendapatkan informasi tentang desain jaket, bagaimana cara label tersebut membuat serat kain, dan detail tentang pabrik yang memproduksi baju tersebut. Setelahnya, Anda bisa memasang
earphone dan mendengarkan lagu yang disediakan oleh si 'jaket.'
Saat jaket terkena kotoran akibat makanan atau minuman yang tumpah, Anda tak perlu bingung memilih perawatan yang tepat di mesin cuci. Jaket ini akan langsung berkomunikasi dengan mesin cuci secara ajaib.
Ini adalah visi futuristis yang dibuat oleh Avery Dennison, perusahaan yang memproduksi label perawatan sekaligus mengembangkan solusi ritel untuk berbagai label.
Rana Sidahmed, direktur kreatif untuk perusahaan tersebut, mengungkapkan bahwa tak lama lagi, dunia fesyen akan memasuki era pakaian yang terhubung dengan internet.
"Saya pikir ini adalah masa depan. Seperti ungkapan William Gibson [penulis
sci-fi], masa depan sudah ada di sini, tapi sebarannya masih belum merata," katanya dikutip dari Quartz.
Sebenarnya pakaian yang berbasis internet sudah diciptakan, namun masih dalam bentuk percobaan. Di acara Decoded Fashion Summit pada 2 November 2016 lalu, Avery Dennison memperkenalkan sebuah jaket bomber yang disebut Bright BMBR.
Jaket bomber ini dibuat oleh label Rochambeay dan Evrthing, sebuah perusahaan internet start up di London.
Jaket ini memiliki
NFC chip (
Near Field Communication) atau RFID, sebuah chip yang digunakan untuk membayar sesuatu tanpa uang tunai di ponsel. Jaket ini juga memiliki sebuah kode
QR personal yang berfungsi sebagai tiket VIP untuk masuk ke berbagai acara di New York, termasuk makan malam, museum, sampai
show di New York Fashion Week mendatang.
Jaket ini akan dijual pada Desember mendatang dengan harga US$630. Pada periode pertama, jaket ini hanya diproduksi 15 buah.
Pada awal tahun ini, Rochambeay dan Evrthing menyatakan siap terkoneksi dengan 10 miliar baju dan aksesoris yang dijual secara
online.
Prediksi fesyen di tahun ke depan memang sudah bergerak ke arah teknologi. Di konferensi tren
forecasting dari WGSN, direktur
insight dan perilaku konsumen Andrea Bell memprediksikan bahwa pada 2030 pakaian
wearable (mudah dipakai) tak lagi dipilih, dan bakal usang. "Kami tak akan butuh pakaian yang
wearable, ini hanya akan ada di lemari saja."
Namun sebenarnya, teknologi RFID ini bukan pertama kali dikembangkan. Sebelumnya sudah ada banyak perusahaan yang menggunakan RFID. Marks and Spencer, misalnya, mereka menggunakan RFID untuk melacak inventaris. Namun tantangannya adalah untuk membuat RFID ini berfungsi langsung bagi pelanggan.
Beberapa perusahaan fesyen juga sudah pernah menerapkan hal ini langsung untuk pelanggannya. Burberry adalah pioner dalam hal ini. Pada 2012, mereka membuka sebuah toko di London dengan kaca yang bisa berinteraksi dengan baju ber-RFID. RFID ini sudah dijahit ke dalam bajunya.
Pelanggan yang ingin mencoba baju bisa mematut diri di depan kaca. Dan dengan segera, mereka bisa melihat bagaimana proses pembuatan baju itu, juga cuplikan saat baju itu dipamerkan di hadapan publik.
(vga)