Jakarta, CNN Indonesia -- PT Angkasa Pura I Ngurah Rai, Bali, melarang kendaraan aplikasi penyedia transportasi atau taksi online, seperti Grab atau Uber, untuk mengantar atau mengangkut penumpang di kawasan bandara.
Jika masih ada yang beroperasi, pihak bandara mengaku tak segan untuk melaporkannya ke pihak berwajib.
Peraturan itu juga sebagai perwujudan aturan dari Gubernur Bali dalam surat Nomor 551/2783/DPIK, mengenai pelarangan operasi taksi online, seperti Grab dan Uber, di Bali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sudah tegaskan, taksi online tidak boleh beroperasi di Bandara Ngurah Rai. Poster dan spanduk pelarangan juga sudah dipasang. Jika mereka masih melanggar, tentu kita tindak tegas," kata General Manager PT Angkasa Pura (PAP) I Gusti Ngurah Rai, Yanus Suprayogi, di Tuban, Kabupaten Badung, Bali, seperti yang dikutip dari
Antara pada Senin (19/12).
Ia mengatakan, kebijakan yang tegas tersebut diambil untuk menjamin kenyamanan wisatawan saat menggunakan jasa taksi. Layanan taksi online dinilai susah dipertanggungjawabkan, salah satunya jika ada barang bawaan penumpang yang tertinggal.
Selain itu, Yanus dan jajarannya juga telah sering menerima keluhan dari supir taksi pangkalan, yang sebagian besar merasa tersaingi dengan keberadaan taksi online.
“Selama ini, kami berkomitmen untuk memberdayakan usahan transportasi masyarakat lokal Tuban, untuk beroperasi di bandara. Mereka telah lama berkontribusi terhadap Angkasa Pura dengan kontrak yang jelas,” ujar Yanus.
Ia mengakui, memang sulit untuk memantau keberadaan taksi online. Oleh karena itu, ia berharap agar semua pihak dapat bekerjasama dengan baik jika menemukan ada yang masih beroperasi di Bandara Ngurah Rai.
"Kami harap jangan ada aksi mengadili sendiri, langsung lapor petugas, maka akan kita tindak dan serahkan ke Polsek Kesatuan Penjagaan dan Pengamanan Pelabuhan (KP3) Bandara Internasional Ngurah Rai," kata Yanus.
Ica Chang, karyawati yang sering bolak-balik Jakarta dan Bali, amat menyayangkan pelarangan taksi online di Bandara Ngurah Rai. Baginya, ada atau tidaknya taksi online, fasilitas transportasi di sana belum bisa dibilang memadai.
“Jika memilih menggunakan taksi pangkalan, antriannya bisa sangat panjang dan melelahkan. Belum lagi ada kekhawatiran supir nakal bakal mengakali tarif,” kata Ica saat dihubungi melalui telepon pada Senin (19/12).
“Beberapa merek taksi pangkalan yang biasa saya gunakan di Jakarta juga jarang terlihat. Makanya, lebih suka pesan taksi online secara diam-diam, sudah seperti pacaran
backstreet haha…” lanjutnya.
Menurutnya, pihak bandara bisa menerapkan peraturan yang lebih adil, misalnya tetap memperbolehkan taksi online hanya mengantar dan tidak menjemput. Atau membuat sistem antrian taksi yang lebih baik.
Kalau benar ada pelarangan di Bandara Ngurah Rai, Ica mengaku akan mengantisipasinya dengan menyewa mobil, daripada menggunakan taksi pangkalan.
“Daripada harus menarik koper sambil berpanas-panasan ke luar bandara untuk mencari taksi yang biasa saya naiki di Jakarta, lebih baik naik mobil sewaan sepertinya,” ujar Ica.
(ard)