Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah penelitian di Inggris menunjukkan, bahwa kesendirian atau hidup tanpa pasangan dapat membawa dampak buruk bagi kesehatan, terutama bagi pasien pasca stroke.
Si pasien yang tidak memiliki pasangan kurang dapat bertahan hidup, dibandingkan mereka yang menikah dan punya pasangan.
Melansir
Daily Mail, penelitian tersebut melacak 2.351 orang dengan pengalaman pernah terkena stroke rata-rata lima tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jumlah responden yang menikah atau punya pasangan ternyata 71 persen lebih rendah terkena risiko kematian, dibandingkan mereka yang tidak pernah menikah atau berpasangan.
Kejadian stroke semakin tinggi seiring waktu. Di Inggris, sebanyak 150 ribu orang terkena stroke setiap tahun. Di Amerika Serikat, 795 ribu orang kena penyakit degeneratif ini setiap tahun.
Sedangkan di Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas Kemenkes 2013, angka kejadian stroke semakin meningkat. Pada 2007 angka stroke adalah 8,3 per seribu dan pada 2013 meningkat menjadi 12,1 per seribu.
Pada kasus stroke, sejauh mana kemampuan orang untuk sembuh dan kesempatan untuk hidup lebih lama, menurut para ahli bergantung pada perawatan yang baik, rehabilitasi, dan dukungan pasca stroke.
Para ahli di Duke University di North Caroline menduga faktor-faktor tersebut menjadi kunci utama orang menikah memiliki kemampuan penanganan pasca stroke lebih baik, yaitu ada seseorang atau pihak yang merawat mereka.
Para peneliti juga menemukan mereka yang pernah mengalami kehancuran rumah tangga di masa lalu, atau pernah bercerai, juga memiliki ketahanan hidup lebih rendah.
Untuk hal ini, para peneliti menduga hal traumatis dapat mempengaruhi daya tahan hidup seseorang pasca stroke.
Dalam penelitian tersebut, mereka yang bercerai 23 persen cenderung meninggal setelah terkena stroke. Dan mereka yang pernah bercerai lebih dari sekali, berpeluang 40 persen lebih tinggi meninggal pasca stroke.
"Menghadapi kasus stroke, kami menduga mereka dengan pernikahan yang stabil menerima manfaat dari kondisi tersebut untuk menangani penyakit ini lebih baik dan memperlama daya tahan setelah mengalami momen mengancam jiwa seperti stroke," tulis para peneliti di Journal of the American Heart Association.
Para peneliti mengatakan, temuan ini menguatkan asumsi bahwa menikah lagi setelah gagal berumah tangga tidak memberikan manfaat kesehatan yang sama, dibandingkan mereka yang membina kehidupan berumah tangga secara stabil.
"Kami menduga stres akut dan kronis terkait kegagalan perkawinan punya peran penting dalam temuan ini, khususnya yang terkait dengan kondisi janda atau duda di masa tua," tulis peneliti.
"Memang," peneliti menambahkan, "studi terbaru telah mengidentifikasi kemungkinan mekanisme biologis terkait stres akibat kehilangan perkawinan. Ini menjanjikan penyelidikan lebih lanjut yang berkaitan dengan peningkatan risiko kematian pasca stroke."
(vga/vga)